"Ini adalah tindakan kekerasan ektrem yang direncanakan, dirancang dna dilakukan oleh seorang remaja untuk masalah yang agak sepele," kata Detektif Constable Derek Ellis.
"Tindakannya malam itu secara dramatis mengubah jalannya dua kehidupan yang muda dan menjanjikan, salah satunya kehidupannya sendiri," sambungnya.
Konsumsi tontonan kekerasan oleh anak memang berpengaruh terhadap perilaku anak.
Melansir Kompas.com yang mengutip Healthy Children, anak yang lebih banyak mendapat konten kekerasan melalui berbagai media, misalnya film, video, games, internet, dan sebagainya lebih berpotensi memiliki pikiran yang lebih liar, sikap yang agresif, dan mudah marah dalam dunia nyata.
Pernyataan ini sesuai dengan salah satu jurnal di American Academy of Pediatrics (AAP) berjudul “Virtual Violence”.
Sementara itu, Asisten Profesor Pediatrik di UNC Medical School David Hill, MD, FAAP membagikan sejumlah tips untuk para orangtua agar dapat meminimalisir efek kekerasan pada media virtual pada anak.
Diet media
Pertama, jika Anda memiliki anak berusia di bawah 6 tahun, maka jauhkan konten-konten berbau kekerasan dari daftar media yang dikonsumsi anak Anda.
Anak pada usia ini belum memiliki kapasitas untuk memilah mana yang baik dan mana yang tidak, sehingga tidak ada filter yang mereka terapkan.
Bahkan, adegan film kartun juga bisa mereka anggap sebagai realita.