Penulis
Intisari-Online.com - Remaja sering kali menyukai pengalaman melakukan hal-hal baru, termasuk seperti apa yang ditontonnya di televisi maupun layar lebar.
Namun, apa yang dilakukan oleh para remaja di Inggris ini sudah di luar batas kewajaran.
Melansir Metro.co.uk (21/2/2020), Dua orang remaja membuat seorang anak laki-laki menjadi cacat karena serangan mengerikan menggunakan tongkat baseball yang dipenuhi dengan paku.
Mereka adalah John Callis-Woosley, 18, dan Kyle Cullan yang menyerang korbannya dengan menyebutkan kata-kata 'Lucille' seperti yang terlihat di serial televisi 'The Walking Dead'.
Bukan hanya menyerang temannya saja, Callis-Woosley juga merayakan perbuatannya dengan melakukan tarian 'Floss' dari game komputer populer 'Fortnite'.
Para remaja itu seolah menjadikan penderitaan temannya sebagai cara bersenang-senang.
Sementara ibu korban yang kini berada dalam kesedihan memperingatkan dampak permainan keras dan program TV.
Korban dirawat di rumah sakit selama sembilan bulan dan sekarang membutuhkan perawatan penuh karena cedera otak seumur hidup.
Cedera itu juga membuat korban hanya bisa berjalan dengan alat bantu.
"Ini adalah tindakan kekerasan ektrem yang tidak dipikirkan dan tanpa alasan. Saya terkejut ketika saya melihat senjata mengerikan yang digunakan," kata ibu korban.
Dia pun memperingatkan pembuat program acara dan game untuk memikirkan lebih jauh tentang dampak konten mereka.
"Saya ingin produser dan pembuat program semacam itu mengetahui pengaruh konten terhadap pikiran yang belum matang," katanya.
Baca Juga: Jika Tak Ada Halangan, AS Akan Tanda Tangani Kesepakatan dengan Taliban, Ini Kesepakatan Kedua Pihak
Ibu korban sangat terpukul dengan apa yang menimpa anaknya, terlebih kini putranya itu harus menjalani sisa hidupnya dalam kondisi cacat.
"Serangan itu telah mengubah hidup kita selamanya, anakku menjalani hukuman seumur hidup dan dokter telah menyarankan agar ia tetap cacat selama sisa hidupnya," ungkapnya.
Kini pelaku telah dijatuhi hukuman masing-masing.
Callis Woosley dipenjara selama delapan tahun, sementara Cullan diberikan hukuman 12 bulan.
"Ini adalah tindakan kekerasan ektrem yang direncanakan, dirancang dna dilakukan oleh seorang remaja untuk masalah yang agak sepele," kata Detektif Constable Derek Ellis.
"Tindakannya malam itu secara dramatis mengubah jalannya dua kehidupan yang muda dan menjanjikan, salah satunya kehidupannya sendiri," sambungnya.
Konsumsi tontonan kekerasan oleh anak memang berpengaruh terhadap perilaku anak.
Melansir Kompas.com yang mengutip Healthy Children, anak yang lebih banyak mendapat konten kekerasan melalui berbagai media, misalnya film, video, games, internet, dan sebagainya lebih berpotensi memiliki pikiran yang lebih liar, sikap yang agresif, dan mudah marah dalam dunia nyata.
Pernyataan ini sesuai dengan salah satu jurnal di American Academy of Pediatrics (AAP) berjudul “Virtual Violence”.
Sementara itu, Asisten Profesor Pediatrik di UNC Medical School David Hill, MD, FAAP membagikan sejumlah tips untuk para orangtua agar dapat meminimalisir efek kekerasan pada media virtual pada anak.
Diet media
Pertama, jika Anda memiliki anak berusia di bawah 6 tahun, maka jauhkan konten-konten berbau kekerasan dari daftar media yang dikonsumsi anak Anda.
Anak pada usia ini belum memiliki kapasitas untuk memilah mana yang baik dan mana yang tidak, sehingga tidak ada filter yang mereka terapkan.
Bahkan, adegan film kartun juga bisa mereka anggap sebagai realita.
Pelajari konten anak
Tips kedua, pelajari sebanyak mungkin segala sesuatu tentang media yang dikonsumsi oleh sang buah hati. Hal ini agar orangtua paham apa saja yang mereka konsumsi.
Memerhatikan rating suatu program atau konten bisa sangat membantu bagi orangtua, untuk menentukan apakah anak bisa menyaksikannya atau tidak.
Pendampingan Selanjutnya, Anda bisa mencoba untuk duduk dan bermain bersama anak.
Hal ini dapat membantu orangtua memahami sudut pandang anak-anak mereka.
Selain itu, bermain bersama juga bisa dimanfaatkan untuk memberikan pandangan-pandangan orang dewasa terhadap konten yang dilihat anak.
Dengan demikian, anak akan memahami apa saja hal yang sebetulnya baik dan tidak untuk ditiru.
Berlaku tegas
Terakhir, tegaslah memberikan pengarahan kepada anak tentang konten kekerasan yang mereka terima.
Misalnya, dari video game yang menunjukkan tindakan pembunuhan, penembakan, atau tindakan lain yang menyakiti orang lain.
Video game yang mengandung kekerasan sebenarnya mengajari anak untuk bekerja sama dan membantu melakukan berbagai tugas dengan cara tertentu.
Namun, di sisi lain, video game dengan konten seperti itu dapat meningkatkan potensi anak melakukan tindakan yang sama.