Find Us On Social Media :

Ini Rupanya yang Jadi Latar Belakang Pertikaian Arab–Israel, Salah Satunya Campur Tangan Inggris

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 11 April 2018 | 16:30 WIB

Di masa penjajahan Romawi, bangsa Israel pernah pula mencoba berontak di tahun 70 SM, tetapi bisa ditindas dengan kejam oleh Jenderal Vespasianus dan kota Yerusalem untuk kedua kalinya dihancurkan dan dibakar.

Sejak peristiwa itu, banyak orang-orang Yahudi kemudian meninggalkan negeri mereka, dan hidup menetap tersebar diberbagai negeri, sehingga jumlah penduduk Yahudi di Palestina lambat laun menjadi menipis; sedang penduduk Arab yang semula sebagai pendatang kian lama kian bertambah besar.

Arab Palestine

Sebelum agama Islam berkembang di abad 7 M, telah banyak saudagar Arab bermukim di negeri Palsatina. Setelah agama Islam berkembang, dan Kalifah Umar pada tahun 637 M berhasil merebut Palestina dari tangan bangsa Romawi, maka sejak itu makin banyaklah orang Arab menetap di Palestina.

BACA JUGA: Perang Arab-Israel 1948, Perang yang Berujung pada Pengukuhan Kemerdekaan Israel secara Sepihak

Negeri Palestina dengan Yerusalemnya, memang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan beragama umat Islam. Sebab di kota Yerusalem ini pula terletak salah satu bangunan suci Islam, yaitu mesjid Aqsha atau Baitul Maqdis.

Mesjid ini merupakan salah satu di antara tiga Mesjid utama Islam, dua yang lain adalah mesjid Haram di Mekah dan mesjid Nabawi di Madinah. Ketiga mesjid itu diutamakan karena sejarah dan kejadian-kejadian yang berlaku di dalam dan di sekitarnya.

Di mesjid Aqsha inilah dahulu Nabi Mohamad s.a.w telah memperlihatkan kemujijadan mi'rajnya. Karena itu oleh umat Islam mesjid ini dianggap suci dan menjadi salah satu tempat ziarah yang terkenal.

Setelah bangsa Arab menetap berabad-abad di Palestina, mereka telah berkembang menjadi penduduk mayoritas atau penduduk pribumi di negeri itu. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang Arab Palestina.

Wajarlah kalau mereka ini kemudian menganggap Palestina sudah menjadi negeri dan tanah airnya. Seperti halnya sekarang orang-orang Amerika dan Australia, pendatang di abad 17 M itu, menganggap negeri Amerika dan Australia sebagai negeri dan tanah air mereka.

Waktu Palestina dikuasai oleh Turki (1517 — 1919), mulailah ada orang-orang Yahudi yang kembali menetap di Palestina. Sampai pada tahun 1914, jumlah penduduk Yahudi tersebut baru berjumlah 90.000 orang, ditengah-tengah mayoritas penduduk Arab.

Meskipun demikian kedua bangsa itu bisa hidup berdampingan secara damai. Pertentangan Arab-Yahudi di Palestina, baru terjadi kemudian, sejak Palestina dikuasai oleh Inggris (1920 — 1948), dan imigran-imigran Yahudi yang baru membanjiri Palestina dengan membawa cita-cita Zionisme; suatu cita-cita yang mengancam hak hidup bangsa Araib Palestina di negeri dan di tanah airnya sendiri.