Penulis
Intisari-online.com -Perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia sering didera masalah gawat.
Jika masih segar di ingatan kita mengenai kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton oleh Ari Askhara sang Dirut yang menjabat, mungkin banyak yang kurang kenal dengan Emirsyah Satar.
Menjabat sebagai direktur keuangan dan bekerja dengan Robby Djohan, Emirsyah berhasil membayar hutang dengan menghadapi kreditur.
Mereka berangkat ke London untuk berbicara dengan Bank Exim negara-negara Eropa.
Mereka menggebrak, mengintimidasi dengan suara keras dan mengancam akan menyita pesawat yang ditahan akibat lilitan hutang.
Sejak kepemimpinan mereka, Garuda menjadi perusahaan aviasi besar yang diakui oleh banyak negara.
Akhirnya, Garuda pun juga dapat meraup keuntungan.
Meski begitu, dikutip dari pengakuan Mantan Direktur Strategi, Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko Garuda, Achirina, ia sebut Emirsyah Satar pernah anggap gratifikasi adalah hal wajar.
Saat itu, Achirina mengaku ingin menerapkan sistem pelaporan pelanggaran atau whistleblower terkait penerimaan gratifikasi.
Hal itu disampaikan Achirina saat bersaksi untuk Emirsyah Satar dan pengusaha Soetikno Soedarjo.
Keduanya merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
"Waktu itu dalam diskusi, terdakwa (Emirsyah) mengatakan (sistem whistleblower) bisa membahayakan, karena kita dalam bisnis, kalau dalam bisnis itu hal yang biasa," kata Achirinia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Menurut Achirinia, saat itu sistem baru tersebut ingin diterapkan.
Namun, penerapan sistem baru itu harus mendapatkan persetujuan dari seluruh direksi. Emirsyah merupakan orang yang tak sepakat soal sistem baru itu.
"Saat itu ada yang mengatakan bahwa whistleblower jadi bumerang, karena memang common best practices dalam proses bisnis, karena bisnis maka dianggap common.
"Padahal, dalam GCG itu kan enggak boleh gratifikasi," ujar Achirinia.
Dalam perkara ini, Emirsyah didakwa menerima suap dari pendiri sekaligus mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo, terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Jaksa menuturkan, uang yang diterima Emirsyah dari Soetikno berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing.
Ia merinci, uang suap itu terdiri dari Rp 5.859.794.797, 884.200 dollar Amerika Serikat, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.
Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menilai, sosialisasi terkait bahayanya praktik gratifikasi lingkungan pemerintah dan BUMN masih menjadi tantangan bagi KPK.
Hal itu disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menanggapi fakta persidangan kasus eks Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang mengungkap bahwa Satar sempat menganggap gratifikasi sebagai hal wajar.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPK untuk terus menyosialisasi terkait dengan bahaya dan dampak dari gratifikasi.
"Bagaimana kemudian ini menjadi pintu masuk, menjadi celah melakukan tindak pidana korupsi yang lain," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (13/2/2020).
Ali menegaskan, praktik gratifikasi merupakan hal yang dilarang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Ali, penyelenggara negara seperti Satar semestinya mempunyai kesadaran diri untuk menjaga integritasnya dengan menolak gratifikasi.
"KPK terus mendorong ya kepada BUMN untuk terus-menerus membentuk unit, mekanisme pengendalian gratifikasi, whistleblower system, dan tentunya budaya antikorupsi di unit masing-masing," ujar Ali.
Di sisi lain, fakta persidangan tersebut juga memperkuat pembuktian jaksa penuntut umum dalam hal membuktikan niat jahat untuk melakukan suap dan gratifikasi.
"Sangat jelas mens rea atau niat batin dari terdakwa Emirsyah untuk kemudian menerima sejumlah uang ya dari pihak-pihak lain dengan dia memaklumi ataupun kemudian dengan dia menganggap wajar penerimaan gratifikasi," kata Ali.
Baca Juga: Merapi Erupsi Lagi Kini Tinggi Kolom Capai 2000 Meter, Kenali Lima Tipe Letusan Gunung Berapi
(Ardito Ramadhan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Emirsyah Satar Pernah Wajarkan Gratifikasi, Jubir KPK: Tantangan bagi KPK"