Find Us On Social Media :

Ditusuki Jarum Selama Tiga Hari Hingga Tewas, Inilah Cara 'Liar' Raja Mataram Menghukum Pemberontak, Jasad Korban Diperlakukan Tak Kalah 'Liar'

By Ade S, Sabtu, 18 Januari 2020 | 20:32 WIB

ilustrasi hukum picis

Intisari-Online.com - Berbicara tentang kerajaan-kerajaan Indonesia di zaman dulu, kita biasanya disajikan kisah-kisah perjuangan mereka melawan penjajah atau tentang penyebaran agama.

Kalau bukan itu, biasanya kisah yang diangkat adalah tentang perebutan kekuasaan yang terjadi di kerajaan-kerajaan tersebut.

Namun, jarang sekali ada detail tentang bagaimana perebutan kekuasaan tersebut.

Seperti kisah asmara yang melatari pemberontakan seperti yang terjadi pada Amangkurat I oleh Amangkurat II.

Baca Juga: Kisah Tragis Rara Oyi, Diperebutkan Raja dan Pangeran Mataram, Tapi Malah Dibunuh sang Pangeran Pilihannya Atas Perintah Raja yang Tak Rela Kalah Bersaing

Dalam kisah tersebut, diceritakan bagaimana Raja Mataram memerintahkan pembantaian beberapa keluarga setelah wanita pujaannya jatuh ke tangan anaknya sendiri.

Bahkan, wanita pujaannya tersebut akhirnya dibunuh oleh anaknya sendiri, tentunya atas perintah sang raja yang tak rela kalah.

 

Namun, siapa sangka, kisah yang mengerikan tersebut masih belum ada apa-apanya dibanding kisah berikut ini.

Peristiwa yang terjadi sewaktu masa pemerintahan Sunan Pakubuwono I (1703-1719) lebih mengerikan lagi.

Baca Juga: Keraton Agung Sejagat Miliki Dana Rp1 Miliar, Ini 5 Kerajaan Terkaya di Dunia, Nomor 1 Bukan Kerajaan Inggris!

Pada tahun 1709 di daerah Enta Enta timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Mas Dana.

Sunan memerintahkan Bupati Mataram, Ki Jayawinata, untuk memadamkan pemberontakan tadi.

Namun balatentara Jayawinata kalah dan ia melarikan diri ke Kartosuro melaporkan peristiwa tersebut pada Sunan.

Sunan kemudian mengutus Bupati Kartosuro, Pangeran Pringgalaya, untuk menyerbu Enta Enta dengan perintah khusus agar Ki Mas Dana ditangkap hidup-hidup.

Setelah terjadi pertempuran seru yang memakan banyak korban, pemberontakan dapat ditindas.

Ki Mas Dana sendiri melarikan diri ke Borobudur.

Ia dikejar terus oleh Pringgalaya hingga akhirnya dapat tertangkap dan dibawa ke Kartosuro.

Dan, jatuhlah putusan Sunan yang dahsyat: Ki Mas Dana diikat di dekat pohon beringin di alun-alun depan istana.

Baca Juga: Kisah Kerajaan Mataram: Saat Raja dan Putra Mahkota Jatuh Cinta Pada Wanita yang Sama

Setiap penduduk Kartosuro diperintahkan datang menyaksikan wajah pemimpin pemberontak itu sambil membawa jarum untuk ditusukkan ke tubuhnya.

Jadilah Ki Mas Dana menjalani hukuman picis ditusuk-tusuk dengan jarum oleh penduduk Kartosuro selama tiga hari sampai tewas.

Kemudian lehernya dipenggal dan kepalanya dipancangkan di atas sebuah tonggak bambu.

Kisah tersebut di atas mungkin tidak akan kita percaya kebenarannya bila saja tidak ada laporan tertulis dari Sunan Pakubuwono I pada Kompeni.

Sebagaimana diketahui, Pakubuwono I ini menerima tahta Mataram dari Kompeni.

Sewaktu Amangkurat II wafat tahun 1703, yang menggantikannya ke atas tahta adalah Puteranya, Sunan Mas atau Amangkurat III.

Karena Sunan Mas ini terang-terangan memusuhi Kompeni, maka Kompeni mengangkat adik Sunan yang wafat, Pangeran Puger, menjadi Raja dan bergelar Sunan Pakubuwono I.

Pertentangan antara dua Raja ini baru berakhir setelah Sunan Mas menyerah pada Kompeni dan diasingkan ke Srilanka.

Baca Juga: Ternyata Merah Putih Sudah Berkibar Sejak Masa Kerajaan Mataram dengan Sebutan Gula Kelapa, Ini Maksudnya

Karena itu dapatlah dimengerti bila Pakubuwono I ini selalu memberikan laporan tertulis atas segala kejadian penting di Kartosuro kepada VOC di Batavia.

Dalam laporannya bertanggal 20 Agustus 1710 yang ditujukan kepada "Hooge Regeering" di Batavia (dan dapat dibaca dalam Koloniaal Archief No. 1690) Sunan Pakubuwono I menyebutkan bahwa Ki Mas Dana:

"tot spiegel en afschrick van anderen op onse passeban had laaten straffen, en met naaldens door ons Cartasourase volckeren zoo lange hebben laten steecken, totdat hij  daarvan is gesturven en zijn hoofd afgehouden en op een staack gestelt "

(Agar menjadi contoh dan membuat jera bagi yang lain, telah dihukum di paseban oleh penduduk Kartosuro dengan jalan menusukkan jarum-jarum sampai akhirnya ia tewas dan kepalanya kemudian dipenggal dan dipancangkan di atas sebatang galah)

 

Baca Juga: Bukan dengan Peluru, Kompeni Pernah Kalahkan Mataram dengan Kotoran Manusia, Ini Kisahnya

Jadi rupanya segala dongeng mengenai cara-cara Raja Mataram menghukum musuh-musuhnya, betapapun ngerinya, memang benar-benar pernah terjadi.

Atau paling sedikit, mengandung kebenaran.

 

(Ditulis oleh A.S. Wibowo. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1977)

Baca Juga: Polah 'Sadis' Raja-raja Mataram di Sela-sela Ritual Meminta Berkah dari Nyai Roro Kidul