Penulis
Intisari-Online.com -Totok Santoso Hadiningrat begitu menggebu-ngebu ingin mendirikan kerajaan Mataram kedua.
Dia mengaku bahwa perjanjian antara Kerajaan Mataram dan Portugis yang memberi Portugis kekuasaan telah berakhir.
Melalui Keraton Agung Sejagat, Totok yang mengklaim dirinya sebagai raja, ingin membangun kembali kerajaan dari zaman dahulu tersebut.
Ya, dia ingin mengembalikan kejayaan Kerajaan Mataram.
Totok bisa jadi tidak benar-benar memahami seperti apa seluk beluk Kerajaan Mataram, bahkan mengenai seorang gadis memesona bernama Rara Oyi.
Seorang wanita cantik yang harus kehilangan nyawa di tangan suaminya sendiri, seorang pangeran Mataram, atas perintah Raja Mataram yang tak lain adalah mertuanya sendiri.
Penyebabnya? Sang Raja Mataram ternyata juga menaruh hati pada kecantikan Rara Oyi dan tak rela jika anaknya sendiri yang justru menikahi pujaan hatinya.
Berikut kisah lengkapnya, yang berakhir dengan sebuah pemberontakkan yang tak kalah kejinya.
Ini adalahperistiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I (1645- 1677) sebagai mana dapat kita baca dalam Kitab Babad Tanah Jawi.
Disebutkan bahwa, setelah Surabaya dapat ditundukkan oleh Sultan Agung maka Adipati Surabaya, Pangeran Pekik, tidak dihukum karena Sultan sadar bahwa Surabaya memiliki potensi terbesar sebagai penunjang kekuatan Mataram.
Pangeran Pekik malah dikawinkan dengan adinda Sultan, Ratu dan Pandansari, kedudukannya pun sebagai Adipati Surabaya tidak dicabut.
Namun karena ia diminta tetap tinggal di Mataram, maka Pangeran Pekik menunjuk Ngabehi Mangunjaya sebagai wakilnya untuk menjalankan pemerintahan di Surabaya.
Ikatan Mataram— Surabaya dalam perkawinan itu semakin dipererat ketika Putera Mahkota (yang kelak menggantikan Sultan Agung sebagai Sunan Amangkurat I) dikawinkan dengan Puteri Pangeran Pekik.
Setelah Amangkurat I naik tahta, maka putera dari hasil perkawinannya dengan Puteri Pangeran Pekik dijadikan Putera Mahkota (dan kelak menjadi Sunan Amangkurat II). Sang Putera Mahkota ini tinggal bersama kakeknya, Pangeran Pekik.
Diceriterakan selanjutnya bahwa Sunan Amangkurat I menginginkan seorang selir baru. Secara kebetulan pilihan jatuh pada Rara Oyi, Puteri Ngabehi Mangunjaya.
Namun karena sang Puteri masih belum akil balik maka di Mataram ia dititipkan di rumah Ngabehi Wirareja dengan perintah agar kelak bila telah dewasa, Rara Oyi segera diserahkan ke istana.
Secara kebetulan Putera Mahkota, Raden Mas Rahmat, singgah di kediaman Ngabehi Wirareja dan bertemu pandang dengan Rara Oyi. Putera Mahkota jatuh cinta namun betapa sakit hatinya setelah mengetahui bahwa Rara Oyi adalah simpanan ayahandanya sendiri.
Sejak saat pertemuan itu Putera Mahkota selalu gering dan membuat bingung Pangeran Pekik.
Ketika sang kakek ini mengetahui sebab-sebab sakitnya sang cucu, ia segera mengambil tindakan tegas namun gegabah.
Rara Oyi diambilnya dan diserahkan untuk diperisteri Putera Mahkota. Pada waktu Sunan mengetahui segala kejadian itu, jatuhlah putusannya yang mengerikan.
Pangeran Pekik beserta seluruh keluarganya yang terdiri dari 40 orang dibunuh. Ngabehi Wirareja beserta anak isterinya diasingkan ke Ponorogo dan di tempat pembuangannya itu merekapun akhirnya dibunuh.
Putera Mahkota diperintahkan membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri. Sang Putera Mahkota ini kemudian memangku isterinya di hadapan Sunan dan menikam dada isterinya sampai tewas. Selanjutnya Putera Mahkota diasingkan ke tempat lain.
Seluruh kompleks kediaman Pangeran Pekik, Ngabehi Wirareja dan Putera Mahkota dihancurkan dan dibakar serta harta bendanya dirampas.
Meskipun akhirnya Putera Mahkota memperoleh pengampunan dari Sunan dan dipanggil lagi ke Mataram, namun sukar kita membayangkan bahwa peristiwa pembantaian itu benar-benar pernah terjadi.
Meski telah diampuni oleh sang raja, Putra Mahkota ternyata tetap menyimpan dendam kesumat pada ayahnya tersebut.
Sakit hati yang mendalam begitu membekas di hatinya yang harus kehilangan wanita yang justru sangat dicintainya.
Berbekal persekutuan dengan orang-orang Madura dan Makassar, Raden Mas Rakhmat pada akhirnya berhasil menggulingkan ayahnya sendiri dari takhta Raja Mataram.
Tidak lama kemudian, setelah memperoleh restu dari VOC, Raden Mas Mataram langsung melantik dirinya sendiri sebagai Amangkurat II, raja Mataram penerus ayahnya.