Penulis
Intisari-Online.com -Seorang penumpang pesawat Garuda Indonesia menceritakan dirinya ditahan oleh pihak Garuda Indonesia di lounge Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Atas peristiwa ini, Plt Direktur Garuda Indonesia Fuad Rizal sampai menyampaikan permintaan maaf langsung.
Karena mau mendarat, suami Jessica dilarang membawa anaknya ke toilet pesawat.
Lantaran tak diizinkan, suami Jessica pun sempat menggerutu.
Baca Juga: Pilot Diduga Kerja Overtime, 2 Pesawat Garuda Indonesia Nyaris Tabrakan
Rupanya, umpatan Jessica tersebut didengar oleh awak kabin. Awak kabin pun mengadukan hal tersebut ke pilot pesawat.
Lalu, mengapa pilot sampai sangat keras menolak permohonan suami Jessica untuk membawa anaknya ke toilet?
Ternyata ini terkait dengancritical eleven, sebuah kondisi penuh risiko dalam penerbangan yang diibaratkan 'mendekati gerbang kematian'.
Apa alasannya? Seberapa berisikonya? Simak ulasannya berikut ini!
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven atau Plus Three Minus Eight.
Istilah ini merujuk pada saat genting di mana kecelakaan pesawat sering kali terjadi, yakni tiga menit pertama dan delapan menit terakhir penerbangan.
Hal tersebut pun diungkap oleh Ben Sherwood, penulis buku The Survivors Club - The Secrets and Science That Could Save Your Life.
Menit-menit itu menjadi sangat penting dalam penerbangan karena pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku.
Tiga menit pertama digunakan untuk mencari posisi stabil dan mengontrol kecepatan ketika pesawat mulai mengudara.
Sementara delapan menit terakhir digunakan untuk menurunkan kecepatan dan menyesuaikan dengan landasan.
Sebab itulah selama rentang waktu critical eleven, awak kabin dilarang berkomunikasi dengan kokpit kecuali ada hal darurat dan awak kokpit harus menahan diri dari aktivitas yang tidak terkait dengan kontrol pesawat.
Untuk menghadapi critical eleven, awak kabin biasanya akan memberikan arahan bagi para penumpang untu mematikan ponsel, menutup meja, menegakkan sandaran kursi, membuka tirai jendela, dan menggunakan sabuk pengaman.
Aturan-aturan tersebut diberikan untuk memudahkan jalannya evakuasi bila kondisi berbahaya terjadi.
Saat emergency landing, penumpang hanya diberikan waktu 90 detik untuk menyelamatkan diri dari pesawat.
Sebab, kalau tidak segera keluar, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation).
Saat memasuki rentang waktu critical eleven, penumpang juga disarankan untuk tidak tidur agar bisa fokus pada arahan awak kabin dan selalu waspada pada kondisi pesawat.
Tantangan lepas landas dan mendarat
Diwartakan Forbes, Oktober 2017, Tom Farrier pensiunan pilot Angkatan Udara AS mengungkap bahwa pendaratan pada umumnya sedikit lebih berbahaya dan membutuhkan penanganan yang sedikit lebih rumit dibanding lepas landas.
Namun, baik lepas landas maupun pendaratan tetap ada tantangan masing-masing.
"Terkadang akhir penerbangan adalah saat yang lebih rumit, terutama ketika tiba-tiba ada angin atau landasan pacu licin," kata Farrier.
"Sementara tantangan terbesar saat lepas landas adalah mengatur kecepatan. Sering kali butuh waktu lama menyesuaikan kecepatan saat lepas landas agar pesawat bisa mendaki dengan baik," imbuhnya.
Dalam statistik Worldwide Commercial Jet Fleet 2007-2016 terbitan Boeing di atas, kecelakaan pesawat setelah lepas landas seperti yang terjadi pada Lion Air JT-610 tercatat sebagai kecelakaan nomor dua yang paling sering terjadi di dunia penerbangan.
Kecelakan terbanyak terjadi ketika pesawat mulai menurunkan kecepatan sampai mendarat.
(Gloria Setyvani Putri)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Critical Eleven, 11 Menit Terpenting dan "Berbahaya" Perjalanan Udara".