Penulis
Intisari-Online.com - Warga RT 013 Desa Jetak, Kelurahan Hadiluwih, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, Jawa Tengah, Suhartini (50), harus menelan pil pahit.
Hal itu diketahui berasal dari pemilihan kepala desa (pilkades) yang digelar desa setempat September lalu.
Warga sekitar tempat tinggalnya tak ada yang mau datang membantu acara hajatan yang digelar Tini, panggilan akrab Suhartini, pada Rabu (16/10/2019).
Padahal, setiap ada acara di masyarakat, Tini selalu ikut.
Giliran dirinya mengadakan acara hajatan menikahkan anaknya, tak ada warga yang mau datang membantu.
Tini pun kaget. Tidak adanya warga yang datang membantu karena dituduh beda pilihan dalam pilkades.
Ditolak ketua RT dan Karang Taruna
Tini menceritakan sepekan sebelum acara hajatan dimulai, dirinya mendatangi ketua RT setempat untuk minta bantuan pembagian kerja.
Namun, ketua RT tersebut mengatakan pembagian kerja bukan dirinya lagi yang mengatur.
Justru, ketua RT menyarankan Tini untuk menemui Karang Taruna.
Setelah menemui pihak Karang Taruna, lagi-lagi Tini tidak mendapatkan hasil yang diharapkan.
Merasa dipermainkan Tini memilih pulang.
Baca Juga: Hampir 90% Orang Tidak Mengetahui Artinya, Padahal Tanda Ini Bisa Menentukan Keselamatan Kita
"Karena disuruh ke sana kemari, saya kemudian pulang," katanya ditemui Kompas.com di Sragen, Jawa Tengah, Kamis (17/10/2019).
Tini lantas meminta pertimbangan saudara-saudaranya terkait permasalahan yang dialami.
Biasanya setiap ada hajatan di desa cukup ketua RT yang menyelesaikan.
Justru saat dirinya hajatan, ada alasan yang dibuat-buat.
Diboikot warga
"Ada undangan kumbakarnan (rapat persiapan pesta pernikahan) banyak masyarakat yang tak datang.
Banyak yang bilang di jalan warga diteriakin tidak boleh datang ke rumah," kata anak pertama Tini, Siti (27).
"Ada orang yang melarang warga supaya tidak datang ke rumah.
Entah apa masalahnya, pertama katanya pilkades." Siti menyampaikan ibunya telah melaksanakan tugas sebagai warga dengan baik, seperti arisan dan gotong royong.
"Pak RT biasanya bisa menyelesaikan kok ini tidak. Acara klumpukan ulem (undangan) biasanya pakai pengeras suara datang.
Tapi kok tidak seperti biasanya," katanya.
Baca Juga: Semakin Anda Berumur Semakin Tak Tertarik Lagu Baru, Apa Alasannya?
Di samping itu setiap ada hajatan pernikahan pasti selalu dihadiri ratusan warga.
Namun, pada hajatan pernikahan di tempatnya tak banyak warga yang datang membantu.
"Hari besoknya ibu ngasih nasi sebagai tanda terima kasih dan silaturahmi karena sama-sama membantu, tapi banyak yang menolak.
Ada yang menerima, tapi diambil oknum terus dikembalikan," tuturnya.
Dibantu warga luar desa
Meskipun banyak warga sekitar yang tak datang membantu, Siti mengatakan hajatan yang digelar berjalan lancar.
Justru bantuan datang dari warga lain di luar desanya.
Mereka ada yang menjadi penyaji tamu undangan.
Siti mengaku sempat kecewa dengan sikap warga terhadap ibunya.
Ibunya yang tak tahu apa-apa soal pilkades justru dijadikan korban sampai tidak ada warga yang mau datang membantu acara hajatan.
"Mamak saya itu salahnya di mana. Kok mamak saya yang diikut-ikutkan?" tanya Siti.
"Mamak saya itu bukan kader dan bukan tim sukses dari calon mana pun. Kenapa dikucilkan seperti itu."
Miskomunikasi
Kasi Pemerintahan Pj Kades Hadiluwih, Iwan Budiyanto, mengatakan permasalahan yang dihadapi Suhartini sudah diselesaikan bersama dengan ketua RT setempat.
Menurutnya ada miskomunikasi terkait indikasi beda pilihan pilkades.
"Ada miskomunikasi antara keluarga Bu Suhartini dan lingkungan masyarakat RT 013," katanya.
"Setelah kita pertemukan kita cari solusi, kita titik temukan saling bisa menerima. Saling memaafkan."
"Ke depan lingkungan RT 013 tetap guyub rukun. Kembali seperti dulu tidak ada persoalan," katanya.
"Tidak ada istilahnya boikot-memboikot kaitannya dengan hubungan ke masyarakat utamanya di hajatan."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beda Pilihan Pilkades, Hajatan Seorang Warga Diboikot, Tak Ada yang Datang"