Pada saat itu, Arab Saudi memang sedang menggalakkan paket mudah untuk pergi ke AS dengan meluncurkan Visa Ekspres sehingga banyak orang asal Arab yang tidak diwawancarai oleh imigrasi saat akan masuk AS.
Lolosnya mereka bolak-balik AS demikian leluasa sehingga semua rencana untuk melancarkan aksi teror sama sekali tidak menemui banyak kendala.
Apalagi di antara pelaku yang rata-rata berpendidikan tinggi, fasih berbahasa Inggris, dan mengerti kultur kehidupan Barat.
Jelas, mereka sama sekali tidak menunjukkan ciri-ciri teroris.
Para pelaku teror bahkan ada yang sampai merampungkan kursus pilot di AS untuk pesawat komersial.
Tidak ada yang menduga jika kemampuan menerbangkan pesawat itu kemudian digunakan para pembajak untuk mengambil alih kendali pesawat dan menabrakkan ke sasaran yang telah ditentukan.
Sepak terjang para pelaku teror yang demikian terang-terangan dan ‘’sangat Amerika’’ itu benar-benar membuat CIA kecolongan karena mereka juga sama sekali tidak menunjukkan sepak terjang yang mencurigakan.
Apalagi dalam penyelidikan yang dilakukan setelah peristiwa 9/11 semua pelaku (yang berjumlah 19 orang) memiliki visa yang sah untuk tinggal sementara di AS dengan keperluan sebagai turis, pelajar, dan kepentingan bisnis.
CIA seharusnya tidak kecolongan atas serangan 11 September karena FBI sebenarnya telah berhasil mendeteksi sepak terjang mereka sejak tahun 1990.