Namun, lokasi Ati yang sudah terpisah dengan pemukiman RT 11 membuatnya tidak lagi dianggap sebagai bagian dari RT tersebut.
"Dari RT enggak pernah dapat. Orang bagi-bagi sembako kadang juga suka pilih-pilih," kata Ati.
Selain itu, Ati menambahkan, bantuan sembako lebih sering diberikan oleh pihak-pihak luar. Sejauh ini, belum ada bantuan dari pemerintah yang pernah ia dapatkan.
"Bilangnya ada BLT (Bantuan Langsung Tunai). Mana, saya enggak pernah dapet," katanya.
Untuk keperluan sehari-hari, Ati dan warga lainnya memanfaatkan air rawa untuk mandi dan mencuci.
Sementara, untuk keperluan listrik, Ati menyewa dari orang lain dengan melakukan pembayaran secara bulanan.
"Listrik ambil dari orang. Di sini anginnya kencang, suka takut kebakaran," ujar Ati.
Oleh sebab itu, penggunaan listrik hanya dimanfaatkan seperlunya.
Kampung Bengek tersembunyi di balik pemukiman RT 3, RT 4, dan RT 11. Lokasinya terpencil dan dikelilingi oleh sampah.
Kampung tersebut menjadi rumah bagi para warga yang mengungsi karena kepadatan dan tingginya biaya hidup di ketiga RT tersebut. (Hilel Hodawya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Ati, Warga Kampung Bengek Bertahan Hidup di Atas Lautan Sampah