Advertorial
Intisari-Online.com – Beberapa hari lalu, media sosial diramaikan dengan sebuah unggahan pertama yang diunggah oleh akun media sosial Instagram milik @rohayatun7 pada Senin (22/7/2019).
Unggahan tersebut tersebut berisi kisah seorang bocah yang pergi ke sekolah menggunakan baju kotor dan tanpa alas kaki.
Bocah itu juga menunjukan lokasi rumahnya yang berada di atas perbukitan, terpencil, dan dalam kondisi memprihatinkan.
Rohayatun, yang tak lain adalah gurunya sendiri, mengunggah tiga buah foto dan dua buah video berdurasi 60 dan 48 detik.
Baca Juga: Ria Ricis Pamit dari YouTube, Ini Alasan Banyak YouTuber Butuh Istirahat dari YouTube
Rohayatun juga menuliskan cerita tentang kondisi muridnya yang sangat memprihatinkan.
Muridnya, yang bernama Jodi, berasal dari keluarga tidak mampu.
Namun, yang membuat Rohayatun kagum, Jodi memiliki semangat belajar tinggi.
Informasi tersebut kemudian disebarluaskan oleh sejumlah akun media sosial lainya.
Kondisi rumah Jodi yang memprihatinkan
Senin (29/7/2019) pagi, Kompas.com melakukan upaya ekstra dalam menelusuri informasi viral tersebut. Kondisi jalanan menuju tempat tinggal Jodi naik turun karena berada di dataran tinggi.
Setelah melewati aspal, siapapun yang hendak menuju rumahnya, harus memarkirkan kendaraan roda dua atau empat di pinggir jalan.
Mereka kemudian harus berjalan kaki sekitar 100 meter dengan kondisi jalan setapak dan menanjak.
Bocah berusia 7 tahun itu tinggal di Dusun Pahing, RT 01 RW 03, Desa Margabakti, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Dia hidup bersama neneknya Sati (60) dan kakeknya Rakun (70). Dua orang kakaknya, Dayat (18) dan Mulya (15) juga tinggal bersama, kecuali Ani (9) yang tinggal bersama orangtua angkatnya.
Tidak ada kamar mandi di bagian belakang rumah. Mereka terbiasa membuang air kecil dan juga air besar ke kebun di sekitar rumah.
Saat malam tiba, mereka bertahan hidup gelap gulita selama beberapa tahun, dan baru mendapatkan sedikit aliran listrik belum lama ini.
Anak yatim
Sobirin, Bapak kandung Jodi telah meninggal dunia beberapa tahun lalu karena terserang penyakit. Sementara ibu kandungnya, Ita sudah kembali berkeluarga.
Lima orang itu, Jodi, Sati, Rakun, Dayat dan Mulya, tinggal di satu rumah. Ada tiga ruang di dalamnya.
Masing-masing ruang hanya disekat menggunakan triplek. Tidak ada besi, melainkan kayu untuk penyangga tiap sudut rumah dan juga plafon.
Bagian atap yang berbahan genting bercampur asbes pun banyak yang tampak rusak. Angin dan air pada saat musim hujan, mudah masuk hingga menggenangi permukaan lantai tiap ruang.
Terlebih kamar tidur Jodi yang dekat dapur.
Namun bukan dapur seperti umumnya, melainkan ruang kecil beralaskan tanah untuk menyimpan tumpukan bata menyerupai tungku dan beberapa potong kayu bakar untuk memasak.
Andalkan bantuan untuk bertahan hidup
Selama 12 tahun, Rakun dan Sati menjaga anak cucunya di rumah sederhana itu.
Setiap hari, mereka harus saling berbagi kesempatan istirahat di dalam bangunan sekitar 3 X 6 meter persegi.
Rakun seorang diri yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia pun berkerja serabutan dengan penghasilan yang jauh dari kebutuhan.
Selama ini mereka hanya mengandalkan bantuan pemerintah setiap bulan untuk dapat makan nasi.
"12 tahun di sini. Pokoknya kerja apa aja yang ada untuk makan.”
“Jadi ga ada punya kerjaan yang matok. Makan-nya pun seadanya, kalau asin ya asin (ikan asin), kalau garam ya hanya garam, kalau cabe, ya cabe, ya gitulah," kata Rakun kepada Kompas.com di rumahnya.
Baca Juga: Bocah 9 Tahun Tewas Karena Tersedak Pentol Bakso: Ini Alasan Tersedak Bisa Sebabkan Kematian
Ke sekolah pakai baju kotor
Kondisi itu membuat Atun Rohayatun, salah satu guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Margabakti, Kecamatan Kadugede, terus merasa prihatin.
Dia tidak tega melihat kondisi Jodi yang penuh keterbatasan. Atun menceritakan awalnya Jodi sering main ke sekolah menggunakan pakaian bermain yang kotor setiap pagi.
Dia tidak punya sandal sehingga selalu telanjang kaki. Saat main di sekolah, dia kerap memperhatikan anak-anak sekolah dari luar gerbang.
Akhirnya, sejumlah guru mendekatinya untuk mengajaknya sekolah.
"Kemudian Bu Dini, mengajak saya belanja beli baju (seragam). Kita beli baju, belanja semua kebutuhan Jodi.”
“Pas hari Selasa, saya tungguin enggak datang-datang. Tiba-tiba rada siang dia main ke sekolah, dan saya bujuk akhirnya mau," kata Atun kepada Kompas.com di sekolah.
Atun kemudian memandikan Jodi di kamar mandi ruang guru. Dia menggantikan pakaian bermain yang kotor dengan seragam merah putih yang baru dibeli.
Atun memakaikan sepatu, tas, dan semua kebutuhan belajar Jodi. Tidak cukup sampai di situ, Atun dan sejumlah guru di sekolah itu juga memberikan sarapan untuk Jodi.
"Saya suapin makan pakai ayam. Kata Jodi enak, kalau di rumah makannya pakai lauk asin (ikan asin).”
“Saya sedih. Apalagi pas minum susu, enggak tahu pernah minum susu atau enggak, karena minumnya langsung habis tanpa jeda. Sedih bgt liatnya, saya kasihan," ungkap Atun.
Guru olahraga di SDN Margabakti ini menyebut, Jodi berangkat ke sekolah menggunakan pakaian bermain dan belum mandi, karena tidak ada air di rumahnya.
Dirinya bersama guru-guru di sekolah setempat rela memandikan Jodi setiap pagi. Mereka juga yang memakaikan seragam, kaos kaki hingga sepatu untuk Jodi.
Mereka rela menjadi orang tua asuh Jodi semata-mata hanya ingin memenuhi hak pendidikan bagi Jodi.
Mereka tidak ingin, Jodi bernasib sama seperti, seperti kakak-kakaknya, kedua orang tua, hingga kakek neneknya, yang tidak sempat mengenyam pendidikan secara memadai hingga tinggi.
Sebagian besar keluarganya putus sekolah. (Muhamad Syahri Romdhon)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Viral Kisah Bocah 7 Tahun ke Sekolah Pakai Baju Kotor dan Tanpa Alas Kaki, Ini Faktanya")