Find Us On Social Media :

Tidak Hanya Bajakah dan Tanaman Herbal Lain, Ternyata Tulang Rawan Hiu Sudah Sejak Dulu Diklaim Bisa Sembuhkan Kanker

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 15 Agustus 2019 | 18:00 WIB

Tulang rawan hiu, diklaim bisa sembuhkan kanker.

Intisari-Online.com – Kanker hingga kini masih masuk dalam kelompok penyakit paling ditakuti manusia.

Penyebabnya, terutama gaya hidup tidak sehat.

Di antaranya, kebiasaan merokok, makan menu tinggi lemak atau kurang serat, mengonsumsi alkohol, dan pemaparan terlalu banyak pada matahari.

Bila beberapa waktu lalu, sempat dihebohkan oleh berita temuan anak-anak SMA di Kalimantan atas tumbuhan penyembuh kanker, ternyata kanker punya musuh sejak dahulu, yaitu tura hiu.

Baca Juga: Tak Perlu Jauh-jauh ke Kalimantan Demi Bajakah, Obat Kanker Ada di Dapur Anda dalam Wujud Kunyit, Ini Cara Mengolahnya Menurut Pakar!

Bagaimana tura hiu dapat menyembuhkan kanker, simak tulisan I Gede Agung Yudana dalam artikel Tura Hiu, Musuh Baru Kanker, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1997.

Karena sel kanker, terutama yang ganas, hidupnya tak terkendali, penyebarannya bisa mencapai berbagai organ tubuh.

Karena itu, meskipun sel kanker induk sudah dimusnahkan lewat tindakan operasi, anak sebarnya sewaktu-waktu  bisa beraksi.

Akibat terburuk yang bisa timbul tentu saja kematian.

Upaya pencegahannya bisa dilakukan dengan kembali pada gaya hidup sehat.

Hentikan kebiasaan merokok, hindarkan makanan berlemak atau kurang serat, jauhkan alkohol, dan hindari terpapar matahari terutama pada pukul 10.00 - 15.00.

Sedangkan untuk menyembuhkannya  sampai sekarang masih mengandalkantindakan operasi atau terapi lain macam kemoterapi.

Salah satu bahan yang disediakan alam, yang pada sementara penelitian menunjukkan kerja yang efektif dalam mengusir kanker, adalah tulang rawan ikan hiu.

"Bebas" dari kanker otak

Prof. dr. Asmino, ketua Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya, merupakan salah seorang dokter yang menggunakan dan menganjurkan pasiennya menggunakan tulang rawan (tura) hiu.

Berkat pengobatan medis dan alternatif, yang salah satu bahannya tulang rawan hiu, pria berusia 77 tahun sembuh dari kanker prostat yang diketahui pada Oktober 1988.

Pasien kankernya pun mendapat manfaat dari pengalamannya itu.

Mereka dianjurkan menggunakan bahan pengobatan alternatif tersebut selama proses pengobatan.

Di antara pasiennya tersebut ada nama Betty (nama rekaan atas permintaan yang bersangkutan).

Baca Juga: Berkat Saran dari Besan Ani Yudhoyono, Pria Ini Sembuh dari Leukemia Tanpa Kemoterapi

 

Mahasiswi berusia 19 tahun ini pada April 1996 diketahui menderita kanker otak dan diperkirakan hanya bisa bertahan hidup dua bulan.

Satu-satunya jalan untuk mengusir si kanker adalah lewat operasi.

“Tapi waktu operasi hendak dilakukan, dokter bilang tidak bisa dioperasi."

"Alasannya, letak tumornya tak memungkinkan dilakukan operasi. Tapi saya yakin, itu cuma cara Tuhan agar saya sembuh dengan cara lain,” ungkap Betty.

la pun mencoba. Berbagai pengobatan alternatif. Namun, hasilnya tidak ada.

"Penyakit saya malah parah. Berat badan saya turun sampai tinggal 27 kg. Bahkan, sampai keluar darah dari hidung dan mulut," kenangnya.

Atas saran dokternya, ia mencoba pengobatan Prof. Asmino.

Sejak Juli 1996, ia mulai menggunakan tulang rawan hiu untuk pengobatan bersama dengan obat-obatan medis.

Dalam sehari dia meminum obat medis dan obat alternatif tiga kali.

Obat tambahan tersebut sekali minum terdiri atas 35 g serbuk tulang rawan hiu, 10 g jamur hioko, madu, dan air rebusan benalu.

Berangsur-angsur kondisinya membaik. Berat badannya pulih, bahkan lebih berat lagi. Menurut pengakuannya, dia sudah sembuh.

Penglihatannya yang semula sangat kabur, kembali normal.

Sayangnya, ia belum melakukan pemeriksaan ulang dengan CT-scan untuk mengetahui masih ada-tidaknya tumor di otaknya.

1.000 kali lebih kuat

Di samping zat makanan lain, dalam tulang rawan hiu terdapat lima jenis protein yang diduga memiliki kekuatan menaklukkan sel kanker.

Sayangnya, protein mana yang mampu menggempur sel kanker masih belum dipublikasikan. Yang pasti, protein tersebut mesti segera diserap usus.

Kalau terlalu lama singgah di dalam lambung, proteinnya akan dipecah oleh asam lambung menjadi asam-asam amino, sehingga efektivitasnya menurun.

Di dalam tubuh, protein tersebut menghambat pertumbuhan kapiler darah baru yang tidak normal.

Konon, kemampuan tersebut mencapai 1.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan tulang rawan sapi.

Baca Juga: Selama Ini Dicari Dunia, Obat Kanker Justru Ditemukan di Belantara Hutan Indonesia, Ilmuwan Ungkap Fakta Mengejutkan Ini

Bagi tumor atau kanker, keberadaan pembuluh darah sangat penting untuk mendapatkan makanan.

Dengan dihambatnya pertumbuhan jaringan pemasok makanan, tumor pun tak dapat tumbuh.

Tumor yang masih ada kemudian mengkerut dtau mati karena pembuluh darah mereka rusak dan tak tergantikan.

Dibandingkan dengan pembuluh darah normal yang kuat dan bisa bertahan bertahun- tahun, pembuluh darah tumor tergolong rentan sehingga mudah dirusak.

Tumor padat dalam masa hidupnya dilayani oleh banyak pembuluh darah.

Diketahui pula tumor yang sedang tumbuh itu menarik pembuluh kapiler baru dari tubuh induk semangnya (pengidap tumor). Proses ini dinamakan tumor angiogenesis (TA).

Adalah Judah Folkman yang pertama menyadari, tanpa adanya pembentukan pembuluh darah, tumor padat dihambat pertumbuhannya.

Pada tahun 1980-an, ia berhasil mengisolasi suatu bahdn dari tumor, manusia yang disebut tumor angiogenesis faktor (TAF), yang bila diimplantasikan pada binatang, bisa merangsang pembentukan kapiler baru.

Kapiler baru ini bergerak ke arah tumor. Bila segumpal sel ganas dialiri pembuluh darah, dia akan  tumbuh tak terkendali.

Kebetulan, bagian tubuh makhluk hidup yang tak memiliki pembuluh darah adalah tulang rawan. Karena itu, tulang rawan diduga memiliki bahan penghambat angiogenesis.

Dugaan ini ternyata terbukti dari penelitian Henry Brem dan Judah Folkman (1975). Pembentukan pembuluh darah baru pada tumor dapat dihambat tulang rawan neonatus (makhluk yang baru dilahirkan).

Tulang rawan hiu pun dilirik untuk diteliti lebih lanjut. Pada 1987 para peneliti di Jules Bordet Institute di Brussel, melakukan penelitian serbuk tulang rawan hiu pada tikus.

Hewan percobaan itu disuntik secara subcutan (di bawah kulit) dengan sel MEXF-14 human melanoma (tumor yang terbentuk dari sel berpigmen melanin) sambil diberi tulang rawan hiu secara oral.  

Hasilnya, terjadi hambatan pertumbuhan tumor secara total.

Pada penelitian-penelitian lain ternyata penggunaan tura hiu tidak menimbulkan efek sampingan. Karenanya, peluang penggunaannya pada manusia terbuka Iebar.

Baca Juga: Walau Terlihat Menyeramkan dan Aneh, Tapi Sarang Semut Ini Bisa Jadi Obat Kanker Lho!

Penelitian pun dilanjutkan pada manusia.

Dalam buku Sharks Don't Get Cancet, Dr. I. William Lane dan Linda Comae menyatakan berhasil menjalin kerjasama untuk melakukan penelitian penggunaan tulang rawan hiu pada pasien Ernesto Contreras Hospital di Tijuana, Meksiko, pada 1991.

Ernesto Contreras Jr. M.D., salah seorang dokterspesialis kanker di rumah sakit itu, melibatkan delapan pasien kanker yang sudah mencapai tahap terminal.

Jenis kanker yang merekd idap meliputi kanker mulut rahim, vaginal hemangioma, sarkoma jaringan lunak stadium III di punggung, peritonial carcinoma stadium IV, dan kanker payudara.

Kedelapan pasien ini diterapi hanya dengan tulang rawan hiu melalui rektum (dubur). Pada minggu ke-7 respons positif terlihat pada 7 dari 8 pasien tersebut.

Pada mereka terjadi penurunan ukuran tumornya 40 - 80% (5 orang), perbaikan kondisi penyakitnya (1 orang), atau bebas gejala nyeri kanker (1 orang).

Seorang tak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Setelah itu seorang dari mereka berhenti menjalani terapi dan pada minggu ke-11 tumornya ditemukan menyebar.

Pada minggu ke-9, seorang pasien terpaksa dioperasi meskipun kondisinya membaik.

Pada minggu ke-11 diketahui tiga orang pasien  bebas tumor dan ukuran tumor dua orang lainnya mengecil dibandingkan dengan pada minggu ke-7.

Hasil penelitian Roscoe L. Van Zandt, M.D., yang dikutip Lane, juga menunjukkan hasil positif.

Ginekolog di Arlington, Texas, yang bekerja paruh waktu di Hoxsey Clinic, Tijuana, Meksiko ini memberi 30 - 60 g tulang rawan hiu setiap hari secara oral pada 8 wanita penderita kanker payudara lanjut.

Setelah 6 dan 8 minggu, ukuran tumor kedelapan pasien mengecil.

Berdasarkan pengujian terhadap beberapa tumor itu ditemukan bahwa jaringannya telah  berubah warna dari merah muda menjadi abu-abu, pertanda adanya kematian sel.

Hasil penelitian awal ini memang tidak pasti dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Baca Juga: Penelitian: Tingkatkan Konsumsi Vitamin A untuk Turunkan Risiko Kanker Kulit

 

Muncul kontroversi

Meski hasil-hasil penelitian di atas cukup menggembirakan, khasiat tura hiu ini sempat menimbulkan kontroversi.

Folkman, pionir teori tumor angiogenesis, menyatakan percobaan di Meksiko itu tak bisa disamakan dengan penelitian Anne Lee dan Robert Longer.

Dalam penelitian, kedua mitra kerja Folkman ini mengimplantasikan sel tumor ke dalam kornea mata kelinci bersama pelet tura hiu.

Normalnya, sel tumorr akan menyebabkan jaringan pembuluh darah tumbuh ke arahnya dari kornea. Namun, dengan adanya pelet tura hiu, pembuluh darah yang terbentuk sedikit.

Hasil penelitian yang kemudian dipublikasikan di Science 1983 itulah yang membawa Lane untuk bekerjasama melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa tulang rawan hiu bisa menghambat dan mengusir sel kanker.

Kontroversi pun merebak.

"Tulang rawan itu memang menunjukkan aktivitas dalam kornea kelinci, namun ini sangat berbeda penggunaannya secara oral dan katanya dapat menghentikan pertumbuhan tumor," ujar Longer.

Penelitian yang dilakukan di Meksiko tidak bisa dibandingkan, tekan Folkman, dan hasilnya tak dapat dipercaya.

Pendapat tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian di Brussels yang tidak memberikan hasil seperti yang dilaporkan Lane Ghanem Atassi, yang memimpin penelitian itu menyatakan penurunan 40% dalam volume tumor memang terlihat dalam satu kelompok binatang yang diteliti, namun cuma sesaat.

"Ada tumor yang tumbuh kembali dalam binatang itu," katanya.

"Di dalam tulang rawan juga terdapat stimulator pertumbuhan pembuluh darah. Tapi untunglah asan lambung  merusak stimulator maupun penghambat perturnbuhan pembuluh darah tersebut.

Kalaupun keduanya selamat dari terkaman asam lambung, protein terlalu besar untuk masuk pembuluh darah."

"Dan protein tersebut jumlahnya sangat kecil, yang jika dapat bertahan dan masuk pembuluh darah, Anda mesti makan cukup banyak dalam sehari untuk merasakan khasiatnya," ujar Folkman.

 

Mau mencoba? Boleh saja. Namun, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan dokter.

Baca Juga: Selain Gaya Hidup, Ini Jenis Mikroorganisme yang Bisa Tingkatkan Risiko Kanker Serviks Pada Wanita