Find Us On Social Media :

Reformasi 1998: Ini 5 Drama Terpenting Jelang Mundurnya Soeharto dari Kursi Presiden

By Tatik Ariyani, Senin, 20 Mei 2019 | 16:15 WIB

drama mundurnya Soeharto, 21 Mei 1998

Intisari-Online.com - Semua pandangan tertuju pada sesosok pria dengan pakaian serba hitam di tengah credentials room di Istana Merdeka, Jakarta pada 21 Mei 1998 kala itu.

Pria itu terlihat tua, memakai peci dan sedang bersiap-siap membacakan sebuah pidato.

Dia adalah Presiden Soeharto, yang mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi presiden setelah 32 tahun menjabat.

Pengunduran dirinya bukan tanpa alasan.

Baca Juga: Euforia Reformasi Ala Mahathir Mulai Menguap, Investor Kehilangan Kesabaran dan Memilih untuk Jauhi Malaysia

Bayangkan saja, berkuasa selama puluhan tahun lalu mundur begitu saja tentu sangat tidak rasional.

Sebelum memutuskan untuk mundur, Soeharto dirundung cukup banyak masalah dari segala pihak.

1. Istri tercintanya meninggal

Soeharto bukan apa-apa tanpa Bu Tien, begitu yang dikatakan banyak orang.

Di balik pria yang hebat selalu ada wanita yang lebih hebat, dan wanita itu adalah Bu Tien.

Rumor beredar bahwa Siti Hartinah (nama asli bu Tien) yang masih keturunan keraton Solo ini punya 'ilmu' yang menguatkan Pak Harto, salah satunya rumor tentang kesaktian tusuk konde bu Tien.

Namun tentu saja itu tidak terbukti.

Setelah bu Tien meninggal pada 28 April 1996, kekuatan pak Harto melemah.

Sejak saat itulah dipandang sebagai saat yang tepat untuk melengserkan pak Harto dari posisinya.

Baca Juga: Canggih, Ternyata Roma MIliki Teknologi Kuno 'Jubah Gaib Anti Gempa' di Sekitar Bangunan

2. Tragedi Trisakti

Mahasiswa mulai melancarkan demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya.

Para mahasiswa Universitas Trisakti meakukan aksi besar-besaran ke Gedung Nusantara.

Namun aksi mereka dihadang oleh Polri dan angkatan militer.

Pasukan mahasiswa bergerak mundur karena terus didesak oleh Polri dan militer hingga mereka berlarian ke kampus Trisakti.

Namun, aparat keamanan terus melakukan penembakan pada para mahasiswa.

Korban berjatuhan, ada 4 mahasiswa terbunuh di tempat karena ditembak dengan peluru tajam serta satu mahasiswa kritis.

Puluhan mahasiswa terluka parah karena saat itu aparat keamanan dilengkapi dengan tameng, gas air mata, dan pistol.

Baca Juga: Berusia 2.500 Tahun, Tempurung Tengkorak 'Tertawa' Ini Diikat Sejak Bayi

3. Kerusuhan 13-15 Mei 1998

Ini adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 di beberapa daerah di Indonesia.

Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan milik keturunan Tionghoa diserang, dijarah, dan dihancurkan.

Ratusan wanita keturunan Tionghoa diperkosa dan dianiaya secara sadis bahkan dibunuh dalam kaerusuhan ini.

Situasi negara sedang chaos dan sangat tidak kondusif membuat rakyat semakin berani.

4. Demonstrasi besar-besaran mahasiswa 

Tanggal 18 Mei 1998 gedung DPR dan MPR dipenuhi ribuan mahasiswa dengan tuntutan yang sama: "Soeharto harus mundur!"

Ketua DPR/MPR Harmoko dengan tegas juga meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.

Pernyataan Harmoko saat itu didampingi seluruh wakil ketua DPR.

Sementara di luar, mahasiswa masih bersikeras dengan tuntutan mereka dan menolak dibubarkan.

Baca Juga: Akhir Hidup Maria Mandl, Monster Penjaga Kamp Nazi yang Menikmati Tiap Menit Menyiksa Para Tahanan

5. Soeharto tidak lagi dipercaya oleh kabinetnya

Tanggal 20 Mei 1998, demonstrasi masih berlangsung untuk menggulingkan Soeharto dari kursi presidenya.

Sementara itu, di Istana Merdeka, Soeharto sedang berusaha membentuk kabinet Reformasi 9.

9 tokoh yang diundang adalah Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, Ali Yafie, Malik Fadjar, Cholil Baidowi, Sumarsono, Achmad Bagdja, dan Ma'aruf Amin.

Namun semua menolak saat Soeharto menanyakan kesediaan mereka menjadi anggota komite 9.

Nurcholish, yang akrab disapa Cak Nur ditawari posisi menjadi ketua, tapi dia menolak.

Bahkan Cak Nur jadi anggota saja tidak mau, apalagi ketua.

Baca Juga: Bisa Meletus, Ini 5 Kemungkinan Pemicu Perang Nuklir, Termasuk Skenario Pecundang Kemarin Sore

"Jika Cak Nur saja tidak lagi percaya sama saya, maka sudah saatnya bagi saya untuk mundur," kata Soeharto dikutip dari buku Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner.

Pukul 21.45, Habibie menelepon Soeharto, yang ditolak oleh Soeharto.

Menteri Sekretaris Negara, Saadilah Mursjid hanya mengatakan bahwa besok pagi tanggal 21 Mei 1998, Soeharto akan mengumumkan pengunduran dirinya.

Pada pukul 09.00 pagi tanggal 21 Mei 1998, di sanalah Soeharto.

Dengan tegas menyatakan bahwa dia tak mampu lagi menjalankan tugas pemerintahan negara tanpa ada dukungan dari Komite Reformasi.

Terlihat jelas kekecewaan di nada bicara dan raut wajah Soeharto saat itu.

Seusai Soeharto resmi mengundurkan diri, BJ Habibie mengucap sumpah sebagai Presiden pengganti Soeharto.

Sementara di luar, sorak-sorai rakyat dan mahasiswa atas peristiwa bersejarah ini terdengar begitu menggempita. (

Baca Juga: BaBe Luncurkan AI Academy, Program Untuk Perkuat Kompetensi Digital para Pelajar di Indonesia