Find Us On Social Media :

Kasihan, Kakek Disabilitas Ini Terpaksa Merangkak Selama Liburan Karena Petugas Bandara Menyita Baterai Skuternya

By Nieko Octavi Septiana, Rabu, 1 Mei 2019 | 10:30 WIB

Kasihan, Kakek Disabilitas Ini Terpaksa Merangkak Selama Liburan Karena Petugas Bandara Menyita Baterai Skuternya

Intisari-Online.com - Seorang kakek terpaksa harus merangkak selama liburannya karena petugas bandara menyita baterai skuternya.

Kakek bernama Stearn Hodge (68) kehilangan tangan kiri dan kaki kanannya karena sebuah kecelakaan di tempat kerja pada 1984.

Karena lengan dan kakinya diamputasi, ia mempertahankan kemandiriannya dengan mengandalkan skuter listrik.

Namun ia terpaksa harus merangkak selama liburan karena alat bantu geraknya itu tidak bisa digunakan.

Baca Juga : Kegembiraan Gadis 10 Tahun Karena Bisa Naik Seluncuran Impian Berubah Jadi Petaka, Jantungnya Berhenti Berdetak Saat Ia Tiba di Bawah

Dilansir dari Daily Mail Selasa (30 April 2019), Hodge membagikan kisah yang disebutnya sebagai 'penghinaan' itu.

Ketika ia dan istrinya ingin terbang dari Calgary, Kanada ke Tulsa, Oklahoma, AS, untuk merayakan hari jadi pernikahannya yang ke 43, petugas Bandara Calgary memberhentikan mereka.

Petugas itu memberitahunya dan istrinya, Jan bahwa baterai tidak diperbolehkan berada di pesawat.

Petugas itu lantas mengambil baterai lithium yang digunakan sebagai sumber daya skuter milik Hodge.

Baca Juga : AS Ancam Batalkan Pengiriman Jet Tempur F-15, Erdogan Katakan Proyek Jet Tempur F-35 Bisa Gagal Tanpa Bantuan Turki

Menurut seorang agen dengan Otoritas Keamanan Transportasi Udara Kanada (CATSA) dan seorang pejabat United Airlines, baterai dikhawatirkan menyebabkan kebakaran.

Padahal Hodge telah mendapatkan izin tertulis yang diperlukan dari maskapai sebelumnya.

Meski baterai lithium-ion berpotensi bahaya kebakaran, standar global yang dikeluarkan oleh International Air Transport Association (IATA) memungkinkan orang-orang disabilitas untuk bepergian dengan baterai lithium kompak untuk perangkat medis dalam bagasi bawaan.

Hodge mengatakan bahwa baik pejabat CATSA atau United Airlines tidak akan mendengarkan atau membaca persetujuan tertulisnya dari maskapai dan dokumen IATA-nya yang mendukung.

Baca Juga : Ini Batasan Waktu Anak di Bawah Umur 5 Tahun Menatap Layar Elektronik Menurut WHO

Tidak dapat bergerak tanpa skuternya ketika mereka tiba di hotel, Hodge terpaksa merangkak di lantai.

Pria itu menghabiskan liburan di tempat tidur, sesuatu yang dia gambarkan sebagai 'pengalaman paling memalukan'.

Sekarang mantan kontraktor itu ingin kasusnya didengar oleh Komisi Hak Asasi Manusia Kanada, dan mengatakan "Itu membuka kedok betapa nyata kecacatan saya, saya belum sama (terlihat cacat) sejak itu."

"Mereka mengambil kaki saya - dan tidak hanya itu, martabat saya," kata Hodge.

Baca Juga : Anak Anda Lahir pada Pagi Siang atau Malam Hari? Yuk, Cari Tahu Kepribadiannya Sesuai Waktu Lahir Anak Anda!

Pria itu mengandalkan skuter karena ia tak bisa belama-lama menggunakan kaki palsu karena rasa sakit dan risiko infeksi.

Ia juga mengatakan setelah diberitahu bahwa dia tidak bisa membawa baterainya, seorang agen CATSA menyarankan dia untuk mendapatkan kursi roda.

"Bagaimana saya dapat menjalankan kursi roda? Bagaimana saya akan menuruni jalan dan rem dengan satu tangan?" katanya.

Istri Hodge, Jan, baru-baru ini menjalani perawatan kanker, yang memengaruhi tulang punggungnya, yang berarti dia juga tidak bisa mendorong kursi roda untuk suaminya.

Baca Juga : ‘Tidak Ada Orangtua yang Ingin Bayinya Meninggal Ketika Dilahirkan’

Dalam sebuah email yang dikirim ke Hodge oleh pejabat resolusi pengaduan United Airlines, mereka mengatakan, "Tampaknya kami melanggar persyaratan disabilitas federal."

Mereka juga menawarkan sertifikat perjalanan 800 dolar (Rp 11,3 juta) dan meminta maaf atas ketidaknyamanan.

Pada 9 Mei 2019, pengacara Hodge, John Burns, akan meminta hakim Pengadilan Federal untuk memaksa komisi untuk mendengarkan kasus ini.

"Ini adalah kegagalan Komisi Hak Asasi Manusia Kanada untuk memberikan akses ke pemulihan yang disediakan oleh undang-undang," kata Burns.

Undang-Undang Hak Asasi Manusia Kanada mengizinkan hingga 20.000 dolar (Rp 284 juta) dalam kerusakan untuk setiap gugatan atas rasa sakit dan penderitaan jika diskriminasi itu 'disengaja atau gegabah.'

Baca Juga : Sering Disebut Membahayakan, Ternyata Ini 6 Manfaat Baik Durian Bagi Ibu Hamil