Find Us On Social Media :

Pesta Imlek di Taiwan: Tari Satu Kaki Tanda Dewa Mengabulkan Permintaan

By Ade Sulaeman, Jumat, 16 Februari 2018 | 15:45 WIB

Di luar, di depan kantin, tiba-tiba terdengar suara gemuruh petasan. "Suasana sekarang benar-benar hidup," kata pemimpin pendeta.

Di lapangan kuil yang diterangi lampu warna-warni, sekitar lima puluh pemuda tampak sedang menari dengan membawa senjata seperti kapak, tombak, lembing dan pedang.

Suasana demikian ramai, sehingga musik yang diputar di sebuah stand disko yang letaknya tidak jauh dari kuil, hampir tidak terdengar.

Sementara itu di dalam kuil, pendeta kepala menyampaikan permintaan kepada dewa. Dia mengenakan jubah mewah berwarna jingga dan hijau dan pada topinya yang berwarna hitam tertancap kancing emas.

Dengan suara keras dia bernyanyi sambil mengelilingi altar. Di hadapannya berdiri para pendeta biasa, mengenakan jubah hitam. Masing-masing mereka memegang hio (lidi sembahyang).

Pada saat-saat tertentu mereka membungkukkan tubuhnya sebanyak tiga kali.

Mana kuil yang asli!

Di Taiwan, walau jumlah desa tidak sampai empat ribu, tapi jumlah kuil mencapai lima ribu buah. Tidak heran bila timbul persaingan yang hebat.

Bagaimana caranya masing-masing kuil itu menarik para peminat? Para pengurus kuil tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Selera orang 'kan berbeda-beda!" ujar seorang dari mereka.

"Yang penting reputasi pendetanya dan mewahnya pesta itu. Paling bagus kalau ada medium terkenal yang datang untuk meramal atau paling tidak ada sesuatu yang enak dilihat."

Sebelum saya sempat menanyakan apa yang dimaksud dengan "yang enak buat mata" itu, mereka telah mengangkat gelas-gelas anggur. Si medium kemudian membagikan rokok. "Datanglah pada hari Rabu nanti," pintanya.

"Saya mengundang Anda makan dan menari dengan satu kaki, bila diizinkan oleh dewa kami. Jangan lupa bawa kamera."