Find Us On Social Media :

Selain Dipercaya Bikin Awet Muda, Air Bekas Cucian Kereta Kencana juga Diklaim Bisa Lacak Orang

By Ade Sulaeman, Sabtu, 25 November 2017 | 17:00 WIB

(Baca juga: Dengan Meminum Ramuan Tradisional Ini Kita Dijamin akan Hidup Laiknya 'Keluarga Keraton')

Penampilan Kjahi Garuda Putra sesuai dengan usianya yang hampir seabad itu. Kulit luarnya yang dari kayu warna coklat berpinggiran merah dan hitam itu sudah berbaret di sana-sini.

Begitu pun bantalan empuk tempat duduknya yang berwarna kuning, menganga di bagian tengah menampakkan isi kapuknya.

Tempat kursi kusir di depan nampak masih baik. Dilapisi beludru ungu, macam jubah, berpinggiran jumbai-jumbai kuning keemasan dari tali dan benang.

Empat lampu di setiap sudut atasnya yang dulunya memakai karbit, masih berfungsi, hanya sekarang dipakai lampu listrik, yang sekaligus berfungsi untuk menerangi ruang museum. Atapnya dihiasi seperti bentuk sebuah makota.

Cerita tentang Kjahi Rojopeni lain lagi. Kereta model kabriolet, berkap terbuka, ini berasal dari Inggris. Dihadiahkan oleh gubernur jenderal untuk Sri Susuhunan Paku Buwono IX. Kereta ini tadinya dipakai untuk inspeksi barisan prajurit keraton oleh raja atau patih.

Kecuali itu, kereta yang ditarik empat ekor kuda ini juga setiap hari Kamis Legi, dibawa keliling keraton sambil raja membagi-bagikan uang kepada kawulanya. Maksudnya tentu untuk menarik simpati rakyat, agar raja itu dianggap bijaksana dan punya jiwa sosial.

Akhirnya, karena rutin setiap Kamis Legi, rakyat yang kebanyakan orangnya yang itu-itu juga, lalu dinamakan orang kamisan. Karena orang Jawa itu sulit menyebut kamisan, kata Notowijoyo, lama-lama berubah jadi 'pengemis'.

Rojopeni yang berwarna kuning bukannya tanpa kap sama sekali, hanya saja kap yang ada di bagian belakang itu bisa dibuka pasang. Kereta ini polos, tanpa ukiran sama sekali dan catnya pun kini sudah kusam dan hanya dilengkapi dua lampu di depan.

Kereta ketiga yang disimpan di museum adalah Kjahi Groedo. Kereta ini hadiah dari VOC, yang dipakai pada waktu keraton pindahan dari Kartasura ke Surakarta, tahun 1745, di zaman  bertahtanya Sri Susuhunan Paku Buwono II.

Paku Buwono II ketika itu tidak punya alat transportasi. Groedo tidak ditarik oleh kuda, tapi delapan ekor kerbau atau sapi.

Di pintunya jelas terbaca tulisan dan lambang VOC. Kerangka penyangga kereta ini penuh dihiasi ukiran malaikat-malaikat kecil model Eropa, anak kecil bersayap. Roda depannya jauh lebih kecil dari roda belakang, yang terbuat dari besi.