Sambil Mudik Lebaran dan Liburan, Singgah Dulu di Kediaman Raja-Raja Yogyakarta

Moh Habib Asyhad

Editor

Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta

Intisari-Online.com -Hampir dipastikan tidak ada penduduk di sekitar Yogyakarta yang tidak mengenal keraton.

Bukan lantaran letaknya tepat di jantung kota, di ujung Jln. Malioboro, sebuah kawasan wisata paling ramai.

Akan tetapi keraton sesungguhnya juga merupakan jantung kebudayaan dari masyarakat Yogyakarta itu sendiri.

(Baca juga:Membangun Kediaman Hati)

Di sinilah kita bisa menyaksikan lingkungan kediaman para raja Mataram Islam, sejak lebih dari 250 tahun lalu, yang sempat menjadi misteri bagi rakyat kebanyakan.

Lingkungan keraton atau istana raja yang langsung dikenali masyarakat adalah alun-alun utara.

Tempat inilah yang biasa digunakan untuk acara-acara besar tradisional seperti Gerebeg, Sekaten, atau sekadar menjadi tempat latihan para prajurit keraton.

Masyarakat bebas mengunjunginya, kapan pun mereka mau.

Aturan kepariwisataan keraton mulai diberlakukan jika pengunjung mulai memasuki kawasan di balik pagar istana.

Sebenarnya, Keraton Yogyakarta terdiri atas banyak bangunan, tapi untuk memudahkan kita bisa membaginya menjadi dua kawasan; keraton bagian depan dan keraton bagian tengah.

Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta dari Zaman VOC
Untuk memasuki keraton bagian depan, pengunjung wajib membeli tiket masuk seharga Rp 3.000,-. Di sana kita bisa melihat tempat persidangan para pejabat kerajaan dengan Sultan pada dua bangunan bernama Pagelaran dan Siti Hinggil.

Di bagian belakangnya juga terdapat bangsal Witana, tempat menyimpan lambang-lambang kebesaran kerajaan untuk upacara.

Namun, para wisatawan umumnya tidak berlama-lama di bagian tadi, tapi langsung menuju ke bagian tengah keraton yang menyuguhkan lebih banyak atraksi menank.

Di sini pengunjung akan dikenai biaya masuk Rp 5.000,- dan Rp 1.000,- untuk izin memotret jika membawa kamera. Dengan tiket ini pengunjung berhak menikmati seluruh atraksi yang disuguhkan dengan didampingi pramuwisata.

Bagian dalam keraton ini sesungguhnya terdiri atas berbagai bangunan yang masing-masing mempunyai nama dan fungsinya sendiri.

Agak rumit jika hanya mendengarnya sekilas. Intinya, di tempat inilah Sultan (Raja) menjalankan fungsinya sebagai pemimpin negara, yaitu menerima tamu agung, memutuskan pengadilan, atau menobatkan pangeran.

Ada juga bangunan-bangunan tempat tinggal keluarga kerajaan, seperti tempat tinggal Sultan (Gedong Kuning), tempat Sultan menanyakan kesanggupan putra-putrinya menikah (Traju Tresna), dan tempat tinggal putra yang belum menikah (Kasatryan).

Beberapa bangunan juga difungsikan sebagai tempat penyimpanan harta benda keraton seperti alat musik dan pusaka.

Agar dapat lebih memahami segala hal menyangkut keraton dan kehidupan di dalamnya, sebaiknya kita juga membeli buku referensi yang dijual di kantor pariwisata seharga Rp20 ribu.

(Baca juga:Lukisan Awal Keraton Ngayogyakarta dari Zaman VOC: Siapakah Sosok dalam Lukisan Itu?)

Buku saku itu lengkap memuat banyak hal tentang keraton dan sejarahnya di masa silam.

Sisi menarik dari wisata keraton adalah mengamati benda-benda kuno yang menjadi koleksi istana.

Pusaka, pakaian, peralatan upacara, kereta, senjata, naskah kuno, sampai peralatan kehidupan sehari-hari yang sudah masuk kategori antik, akan menggelitik imajinasi kita akan kehidupan manusia pada masa silam itu.

Keraton dibuka setiap hari mulai pukul 07.30 - 13.00, kecuali Jumat hanya buka sampai pukul 12.00. (Tj)

(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2007)

Artikel Terkait