Intisari-Online.com – Jamu adalah warisan turun-temurun yang telah lama dipercaya oleh masyarakat Indonesia sebagai penyembuh sakit, jauh sebelum dikenalnya obat-obatan kimia seperti sekarang ini.
Salah satu kota yang masih kental dengan tradisi mengonsumsi jamu adalah Yogyakarta. Tepatnya di daerah Pasar Serangan atau di Jalan Wates, kita akan melihat pemandangan di mana ada stand yang ramai dikunjungi orang.
Jamu batok adalah jamu yang disajikan menggunakan batok (tempurung kelapa) sebagai wadahnya. Keunikan dari jamu batok yaitu penjual jamu meramu langsung dengan bahan-bahan kering maupun segar dan memeras sarinya dengan diberi air matang.
Di meja berukuran 2x1 meter akan terlihat mbok-mbok jamu yang sibuk berjualan, meracik, dan menyajikan jamu untuk konsumen. Semua dikerjakan langsung di depan pembeli, kemudian saat itu juga langsung disajikan dan diminum oleh pembeli.
Aneka racikan dari mbok jamu ini pun sangat beragam berdasarkan keluhan konsumen dan juga berdasarkan gender. Salah satu keunikan jamu yaitu spesifik terhadap gender, jamu yang dikonsumsi untuk pria ramuannya berbeda dengan yang dikonsumsi wanita.
Berbagai racikan jamu yang disajikan di antaranya kunyit putih, uyup-uyup, kunyit asam, pahitan, temulawak, beras kencur, jamu ‘kesel’ hingga brotowali. Sebagai contoh, jamu ‘kesel’ dengan tambahan telur ayam kampung ini biasanya dikonsumsi oleh pria dan diperuntukkan untuk menghilangkan rasa lelah dan menambah stamina.
Sedangkan, jamu brotowali yang pahit terkenal dengan khasiatnya sebagai pembersih darah kotor. Tradisi jamu tetap mampu bertahan di tengah majunya kedokteran modern karena banyak orang yang telah merasakan khasiat dan manfaat dari jamu.
Jika nanti berkesempatan untuk melancong ke Yogyakarta, jangan lupa untuk mampir dan mencicipi warisan kuliner Nusantara jamu batok! Tetap jaga kesehatan dengan meminum minuman tradisional andalan Indonesia!
(YOT)