Menurut misionaris Anton Lutz, enam perempuan telah terbunuh setelah dituduh sebagai tukang sihir di Provinsi Enga, Papua Nugini tengah, dalam dua bulan terakhir.
Laporan lain menyebut, korban-korbannya biasanya dipenggal, didorong dari tebing, disetrum listrik, dilempari batu, ditembak, atau, dalam skenario terburuk, dibakar hidup-hidup.
Gadis (yang dituduh) penyihir
Gadis yang disiksa di Provinsi Enga minggu lalu itu adalah putri Leniata Kepari, 20, dari kota Mounth Hagen.
Leniata pernah dituduh melakukan sihir dan diculik oleh gerombolan pada 2013 lalu setelah seorang anak mati tiba-tiba.
Gerombolan itu menelanjanginya, lalu menusuk alat vitalnya dengan parang, tepat di siang bolong, di tengah ratusan pasang mata.
Massa kemudian melempar Kepari ke tumpukan ban lalu membakarnya.
Akibat desakan kelompok hak asasi manusia, Papua Nugini akhirnya menerapkan kembali hukuman mati.
Desakan tersebut juga menyebabkan dicabutnya Undang-undang Sihir tahun 1971, yang mengkriminalisasi tukang sihir dan mengurangi hukuman bagi warga yang mengklaim bahwa korban mereka adalah tukang sihir.
Awal tahun ini, Pengadilan Tinggi Madang telah mengadili 122 laki-laki, beberapa di antaranya masih berusia 10 tahun.
Mereka dituduh melakukan penyerangan terhadap sebuah desa pada 2014 lalu, di mana mereka membakar rumah-rumah dan membunuh tujuh orang yang dianggap sebagai tukang sihir.