Find Us On Social Media :

Imam Bonjol Panglima Perang Digdaya, Hanya Bisa Dikalahkan Belanda dengan Taktik Tipu Daya

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 12 November 2017 | 11:30 WIB

Belanda yang saat itu sudah berada di Padang tahu betul bahwa gerakan kaum Padri akan menjadi hambatan besar.

Politik pecah belah pun diterapkan. Belanda lalu memihak kaum Adat untuk bertempur menghadapi kaum Padri.

Ambisi Belanda adalah segera mungkin menguasai Sumatera Barat mengingat tanahnya sangat subur untuk perkebunan kopi.

Pada 1821 Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap Benteng Bonjol dan mengerahkan pasukan legiun yang terdiri atas beragam suku.

Serangan ini berhasil dipatahkan oleh laskar Imam Bonjol. Pertempuran makin berlarut-larut karena yang dihadapi Belanda bukan hanya laskar Imam Bonjol namun seluruh rakyat Minang.

Seperti biasa, untuk menekan kerugian, Belanda mengadakan perjanjian damai, yang ditandatagani pada 1824.

Tapi Belanda yang memanfaatkan situasi damai untuk menyusun kekuatan, kembali melancarkan serangan lebih terencana.

Tahun 1832 pasukan Belanda berhasil merebut Benteng Bonjol. Meski begitu, jatuhnya benteng itu belum mampu melumpuhkan perlawanan kaum Padri.

Belanda yang sedang mengalami kesulitan ekonomi bahkan menawarkan kerjasama yang dinamai Plakat Panjang (1833). Mereka juga mengajak orang-orang Minang untuk berdagang serta menanam kopi lebih banyak lagi.

Imam Bonjol dan pengikutnya bahkan diperbolehkan kembali lagi ke benteng dan diam-diam kerap melancarkan serangan.

Tahun 1837 Belanda mengepung lagi Benteng Bonjol dan berhasil merebutnya.

Tapi Imam Bonjol dan pengikutnya berhasil meloloskan diri dan terus berjuang serta makin sulit ditangkap.

Belanda pun mencoba mengajak Imam Bonjol untuk mengadakan perundingan damai.

Namun hingga kejatuhan Benteng Bonjol yang kedua kali itu, Imam Bonjol yang makin terdesak daerah kekuasaannya belum mau berunding.

Akhirnya berkat tipu muslihat seperti yang diperlakukan terhadap Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol mau berunding tapi kemudian dijebak.

Imam Bonjol selanjutnya diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat, lalu ke Ambon, dan terakhir ke Manado.

Imam Bonjol meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864.