Find Us On Social Media :

Marita Lorenz, Mata-mata Jerman yang Menjadi Pacar Castro

By Moh Habib Asyhad, Senin, 23 Oktober 2017 | 09:00 WIB

Intisari-Online.com – Rupanya, seorang puteri nakhoda kapal berusia 18 tahun dari Bremen, telah menyelamatkan dunia dari perang dunia III.

Gadis Jerman itu pada tahun-tahun krisis Kuba menjadi pacar Castro dan berhasil mencuri peta basis roket Sovyet di Kuba.

Apa yang dialaminya dengan diktator berjenggot lebat itu kami baca dalam majalah Quick yang mengutip dari Daily News.

Semua mulai pada suatu malam di bulan Pebruari tahun 1959 di Havanna, ketika sebuah bargas berlabuh  di sebelah kapal Jerman Barat "Berlin".

Kapal itu penuh turis Amerika yang sedang keliling Karibia dengan kapal mewah itu. Pada tahun Fidel Castro mengambil alih kekuasaan, turis Amerika masih disambut dengan tangan terbuka.

(Baca juga: Marita Lorenz: Selingkuhan Fidel Castro Sekaligus Pembunuh Bayaran yang Ditugaskan Menghabisi Nyawanya)

Namun para turis lari ke kabinnya masing-masing ketika 20 tentara Kuba yang berjanggut dan bersenjata lengkap naik kapal, berteriak-teriak dan menembak-nembak dengan pistolnya.

Di antara tentara yang mengenakan seragam khaki dan mengisap cerutu itu ternyata ada Fidel Castro. Dengan tertawa ia berteriak: "Saya kawan anda. Saya suka kepada orang Amerika".

Apa yang terjadi setelah peristiwa itu, memang mirip roman yang mencekam.

Castro jatuh cinta kepada puteri nakhoda. Marita Lorenz 18 tahun, diangkat menjadi sekretarisnya dan kemudian disuruh jemput dengan pesawat pribadinya di New York.

Kata Marita sekarang: "Saya kira saya akan mendapat meja tulis atau meja biasa. Tetapi saya  kecele. Saya menjadi tawanan. Saya masuk perangkap."

Castro waktu itu tinggal di "Hilton" Havanna tingkat ke 24 dan gadis Jerman itu dijadikan pacarnya. la terus menerus dijaga oleh sepasang tentara yang diganti tiap satu jam.

Dari balkon ia diberi kesempatan untuk memandang ibu kota Kuba yang indah. Tidak lebih.

Cinta kasih? Betapa mungkin kalau orang terus merasa ketakutan. Kalau orang dianggap sebuah mebel.

"Di bawah ranjang saya disembunyikan sebuah "meriam" kecil. Di atas setiap meja dan kursi ada senjata. Dan keseluruhannya demikian kotor, yang memang bisa diharapkan dari seorang revolusioner. Saya tidak mengira bahwa Castro memerintah negaranya dari tempat  seperti itu."

Seragam letnan . . .

Setelah dua bulan Castro memberi ijin kepadanya untuk membuat pakaian seragam hijau seperti yang dikenakan kaum pria.

Dan dengan tertawa-tawa ia memasang tanda letnan pada seragam itu. "Rambut saya harus disembunyikan di bawah topi tentara. Dengan pakaian seperti itu saya akhirnya boleh keluar. Biarpun demikian tak lama kemudian setiap orang di Havanna sudah tahu bahwa Castro mempunyai "simpanan" Jerman. Sejak itu saya kira, saya menjadi problim".

Kalau Castro tidak ada di Havanna, orang-orangnya mencoba untuk memecahkan problim itu dengan caranya sendiri.

Mereka mengundang Marita Lorenz untuk berjalan-jalan, memikat dia masuk sel penjara yang pernah digunakan untuk menahan Fidel Castro dan saudaranya Raul oleh bekas diktator Baptista.

Lalu pintu ditutup di belakangnya. Kata Marita: "Pokoknya ngeri. Setiap pagi ada perintah penembakan dan pembukaan sel untuk melihat apakah saya belum menggantung diri. Ini harus saya alami seminggu. Lalu saya mendengar bahwa Castro sedang keluar negeri. Pikir saya: Ia mesti menyembunyikan saya dalam penjara supaya tidak bisa melarikan diri. Waktu Fidel kembali saya dikeluarkan lagi."

Empat bulan ia hidup sebagai tahanan Castro di Havanna Hilton. Sampai pada suatu malam seorang tentara Kuba, yang termasuk pengawal pribadi Castro, lewat dan berbisik: "Saya akan mengeluarkan anda."

"Itu justru yang tidak saya harapkan." Tentara itu namanya Frank Fiorini, dan termasuk dalam kelompok penasehat Castro merangkap bekerja untuk CIA.

(Fiorini kemudian menjadi terkenal, atau tercemar, karena di bawah nama Frank Sturgis termasuk di antara pencuri-pencuri yang atas perintah Presiden Nixon masuk ke kantor pusat partai Demokrat di Hotel "Watergate" dan tertangkap.)

Fiorini memanfaatkan kebingungan saya dengan tenang." Karena puteri nakhoda itu tambah benci kepada Castro, Fiorini membujuk dia untuk ikut menjadi mata-mata.

Marita disuruh membuat kopi dari naskah-naskah, meneruskan pembicaraan Castro dengan tamu-tamu luar negeri dan mendengarkan pembicaraan-pembicaraannya lewat tilpon.

Dalam kamarnya dokumen-dokumen berserakan. Kontrak-kontrak ditaruh di lantai, laporan dinas rahasia di bak cuci dan akta-akta di almari pakaian. Di antaranya masih ada uang, pistol dan rencana-rencana.

"Saya mengambil kertas-kertas yang rasanya penting. Lalu saya berikan kepada Fiorini. Saya memang ketakutan setengah mati, tetapi Fidel rupanya tidak merasa kehilangan apa-apa."

Disembunyikan di Miami

Fase pertama mata-mata itu berakhir ketika Marita sakit hebat, dan tidak tahan tinggal dalam kamar Castro lagi.

Fiorini-lah yang mengantarnya ke pesawat terbang untuk kembali ke New York. Marita Lorenz telah bekerja dengan baik, tetapi masih belum berhasil menemukan naskah yang penting.

Apakah ia berani kembali ke Havanna lagi. Apakah Castro tidak akan membalas dendam, karena ia melarikan diri. Namun CIA tidak terburu-buru.

Berminggu-minggu lamanya bekas pacar Castro itu disembunyikan di hotel kecil di Miami sambil menunggu tugas baru.

Ketika ada berita bahwa Castro pergi ke ujung paling Barat Kuba, dinas rahasia mulai beraksi.

Marita Lorenz memesan ticket ke Havanna, naik "Cubana". Tanpa banyak kesulitan ia lewat pabean, dan sebagai turis Amerika ia tinggal dalam hotel yang terpencil.

Waktu itu orang Amerika masih disambut baik, jadi kehadirannya tidak menyolok. Karena itu tidak ada orang yang memeriksa tasnya di mana seragam letnannya dulu masih ada di samping pistol yang terisi.

Demikian cerita Marita yang kini menjadi isteri kepala rumah tangga sebuah kantor PBB di sungai Hudson, New York.

Hampir 15 tahun ia tutup mulut. Baru setelah kelalaian CIA dan penyelidikan intensip oleh harian New Yorl Daily News, ia mau berbicara.

Tugas yang dibebankan Fiorini kepada Marita tahun 1960 memang agak berat. Waktu itu Marita baru berusia 19 tahun, mempunyai bekal pakaian seragam letnan dan bahasa Spanyolnya hanya patah-patah.

Sukur bawa souvenir

I tahu bahwa Castro masih tetap tinggal di tingkat ke 24 hotel Hilton. Namun ia juga tahu bahwa ia sudah mendiami sebuah villa di kota satelit Casa Cojimar.

Ke mana ia akan pergi. "Saya pikir barang yang berserakan di Hotel Hilton itu pasti sudah dibawa ke rumahnya yang baru. Saya tidak tahu mengapa, namun ketika saya meninggalkan Kuba ke New York tempo hari, saya membawa kunci kamar Fidel No 2406. Mungkin saya hanya ingin mempunyai souvenir, tetapi kunci itulah yang sekarang saya perlukan.

Di hotelnya Marita Lorenz mencat rambut yang coklat menjadi hitam pekat. Seragam letnan dikenakan dan kacamata plastik murah ditenggerkan di atas hidungnya.

Persis seperti juga yang dikenakan oleh penjaga-penjaga Castro. Lalu ia masuk Hilton.

"Banyak orang yang lalu lalang di gang, tetapi tidak ada yang memperhatikan ketika saya menuju ke lift. Saya kenal orang-orang dibagian resepsi dan mereka kenal kepada saya. Tetapi rupa-rupanya mereka mengira saya seorang pria seperti yang lain juga. Saya demikian takutnya sehingga tanpa sengaja saya memegang erat-erat sabuk saya di mana pistol tersembunyi. Pistol itu dibekalli dari Miami. Sebentar kemudian saya sudah dalam lift dan naik.

Rasa ketakutan agen CIA itu ternyata tidak beralasan. Keadaan Hilton masih sama kacaunya seperti waktu ia tinggal di situ.

Dan informasi dari CIA cocok. Castro sedang bepergian. Dan bersama dia semua pengawal pribadinya dan pembantunya yang tinggal di tingkat ke 24.

Marita mengeluarkan kuncinya dan memasukkannya ke pintu no 2408. Setelah di dalam dikunci lagi dua kali.

Kamar itu seperti baru ditinggalkan kemarin sore. Semua berserakan seperti biasanya dan tidak ada orang yang berani memberes-bereskan, karena takut akan membuang dokumen yang penting.

Saya tiba-tiba teringat bahwa Castro pernah mengatakan bahwa tidak ada orang yang boleh masuk ke kamarnya kalau dia tidak ada. Dulu tengkuk saya berdiri.

Bahkan kakaknya Raul sekalipun tidak boleh. Saya ambil saja apa yang bisa saya ambil dan saya sembunyikan di bawah pakaian seragam. Dengan hati-hati saya keluar dari Hilton dan menyembunyikan diri dalam hotel kecil saya."

Kedengarannya terlalu sederhana. Namun setelah diteliti rupanya Marita Lorenz tidak berbohong.

Ia melepaskan seragam Letnan Kubanya dan mengenakan pakaian yang murah. Dengan pesawat milik perusahaan penerbangan Kuba ia lalu terbang ke New York.

Ia tidak tahu persis kertas apa yang diambilnya dari lantai. Di lapangan terbang New York ia sudah menyerahkan seluruh berkas kertas-kertas yang tak keruan itu.

Beberapa hari tidak terjadi apa-apa. Kemudian Fiorini menilpon dia dan memberi tahu bahwa missinya berhasil: Hasilnya fantastis dan pemerintah Amerika bisa berterima kasih kepada anda.

Diantara dokumen-dokumen itu ada bagian peta dalam ukuran besar yang diberi bulatan-bulatan. Di sebelahnya ada komentar dalam salah satu bahasa Slavia.

Baru beberapa tahun kemudian Fiorini mengatakan bahwa peta dengan bulatan-bulatan itu merupakan rencana orisinil penempatan basis roket Soviet di Kuba.

Sketsa-sketsa itu dari tahun 1960. Dua tahun kemudian pekerjaan pembangunan selesai dan ketika Soviet mau mengantarkan roket-roket dalam kapal-kapal melintasi samudera Atlantik ke pulau Castro, krisis Kuba pecah.

Waktu itu Presiden John F. Kennedy mengambil risiko untuk mengultimatum Kruschev. Perang dunia III sudah di ambang pintu dan Kruschev menarik kembali kapal-kapalnya.

CIA kurang senang bahwa di pintu masuk Amerika ada seorang diktator komunis yang berkuasa. Karena itu dinas rahasia sudah sejak 1960 memikirkan a.l:

* Pembunuhan terhadap Castro.

* Peledakan sebuah kapal amunisi di pelabuhan Havanna.

* Perompakan sebuah kapal Russia di perairan Kuba.

* Penyelesaian rahasia dengan tokoh-tokoh Mafia yang kehilangan kasinonya karena Castro.

* Serangan udara terhadap pusat militer Kuba.

Juga dalam hal ini puteri nakhoda Jerman yang waktu itu berusia 19 tahun memegang peran.

"Frank Fiorini dan saya selalu memikirkan bagaimana bisa membunuh Castro. Kami mengambil keputusan untuk membomnya selama pidatonya yang panjang-panjang. Pesawat dan bom sudah tersedia. Pesawat naik, bom dijatuhkan, habis perkara. Mudah bukan. Namun kemudian ada sesuatu yang tidak cocok. Ide itu disingkirkan.”

Empat bulan lamanya Marita Lorenz yang menamakan dirinya Ilona Marita, hidup berdampingan dengan Fidel Castro.

Apakah ia bermaksud untuk membunuh Castro seperti yang diperintahkan oleh CIA? Ataukah ia membenci Castro karena urusan pribadi.

"Ia pernah memperkosa saya di atas salah sebuah meja rulet kasino Hilton di depan orang-orangnya. Peristiwa itu tidak bisa saya maafkan."

Puteri nakhoda itu rupanya memang suka diktator. Dari sebuah yayasan yang khusus didirikan untuknya, setiap bulan ia menerima seribu dollar untuk tunjangan bagi anak perempuannya dari hubungannya dengan bekas diktator Venezuela, Perez Jimenez.

Ketika ditanya mengenai hal itu ia menjadi kesal: "Itu urusan pribadi".

Dan Fidel Castro? "Itu saya lakukan demi negara saya." Marita Lorenz menjadi warga negara Amerika. (Quick no 19 — 1975)

(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1975)