Fidel Castro: Revolusinya Belum Mati-mati!

Moh. Habib Asyhad
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Fidel Castro, revolusinya belum mati-mati
Fidel Castro, revolusinya belum mati-mati

Intisari-Online.com -“Kalau pemuda Kuba ragu-ragu, semuanya akan gagal! Aku punya keyakinan, kaum muda kita akan terus mempertahankan negerinya. Aku percaya kepada mereka,” tulis Fidel Alejandro Castro Ruz pada rubrik khusus Harian Juventud Rebelde akhir Juni 2007.

---

Tulisan pemimpin tertinggi Kuba yang sejak umur 19 tahun sudah ikut “revolusi” ini sebagai jawaban atas deklarasi Uni Pemuda Komunis Kuba, yang berharap kepulihan Fidel Castro serta dukungan terhadap rencana pemerintah soal pembelian senjata untuk pertahanan terhadap kemungkinan agresi Amerika Serikat, musuh ideologi Castro sejak hampir setengah abad lalu.

Castro belum mati! Bos besar negara “pulau” komunis di Laut Karibia, dekat Teluk Meksiko (hanya berjarak 144 km dari daratan negara bagian Florida, AS) ini masih berkobar-kobar semangat “revolusioner”-nya, meski El Comandante sudah menyerahkan sementara kepemimpinan kepada adiknya, Raul Castro, selaku pejabat Presiden Kuba sejak tahun lalu.

Baca juga:Saat Fidel Castro Terperangah Melihat Tongkat Bung Karno

Sejak 26 Juli 2006, Castro harus menjalani perawatan serius akibat gangguan infeksi usus. Namun selama itu pula Castro yang senang bersetelan seragam militer, bertopi tentara, mengisap cerutu, dan berwajah penuh kumis dan jenggot tebal itu ternyata masih mampu menulis sekitar 21 artikel politik, berisikan seruan anti-sistem kapitalis, tirani global, bahkan tentang pemanasan global.

“Kita harus yakin kekaisaran Amerika Serikat tidak akan pernah menjamah Kuba. Aku bersumpah, itu tidak akan,” tulis Castro, yang semasa sehatnya amatlah piwai berpidato berjam-jam. Biasanya dia menutup orasinya dengan pekik terkenalnya: patria o muerte, venceremos! Tanah Air atau mati, demi kemenangan!

Tanah Kuba alias Republica de Cuba - yang berpenduduk 11,3 juta jiwa dan luasnya cuma 11.860 km2 memang masih “merdeka” hingga sekarang.

Awalnya gerilya

Berita tentang sakitnya Castro menjadi spekulasi kabar politik pro dan kontra. Apalagi waktu itu Kuba sedang gencar-gencarnya menyiapkan peringatan ulang tahun ke-80 Fidel Castro. Sakitnya Castro segera dihubungkan dengan turunnya kesehatan sang pemimpin. Bulan Juni 2001, ia dikabarkan terjatuh setelah menyemburkan api-api revolusinya dalam pidato tujuh jam. Lalu tahun 2004, Castro terjatuh lagi hingga lutut dan lengannya terluka serius. Dia pun harus berjalan dengan bantuan tongkat.

Fidel Castro sudah loyo, kesehatannya merosot, dan digosipkan mulai pikun. Namun orang tua Kuba nan perkasa itu tetap saja muncul dan di hadapan mahasiswa Universitas Havana, Fidel yang dijuluki “si janggut” atau barbudos dengan gagah bilang, “CIA selalu mau membunuhku. Pada saat aku benar-benar mati nanti, tidak akan seorang pun percaya,” kata pria yang kenal dengan Presiden Rl Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono ini. “Kalian harus optimistis namun tetap waspada terhadap berita-berita yang tak benar. Untuk semua yang peduli dengan kesehatanku, aku berjanji akan memperjuangkan kesehatanku!”

Selama hidupnya, Castro dikabarkan beberapa kali dikerjain Central Intelligent Agency (CIA) dengan meracuni makanan dan minumannya, memasang bahan peledak di cerutu, menebar baksil tuberkulosis di pakaiannya, sampai memberi obat perontok rambut kumis dan jenggot, agar wibawa dan kharismanya ikutan rontok. Maklum, sejak zaman Presiden AS Eisenhower tahun 1960 hingga George W. Bush, Castro tak pernah absen bilang, “Rontokkan imperalisme AS!”

Sebagai “legenda hidup”, Fidel Castro yang terampil menghipnosis orang dengan pidatonya ini disebut-sebut sebagai “diktator tunggal” di dunia, setelah meninggalnya Joseph Tito, Kim Il-sung, Deng Xiaoping, Juan Peron, dan Nikita Krushchev. Bahkan bagi pengamat tertentu, Castro yang dianggap “Robin Hood” karena suka bagi-bagi tanah buat rakyatnya, juga ditafsir sebagai jelmaan hidup dari Napoleon, Hitler, dan Stalin.

Suka tidak suka, Castro memang sosok revolusioner yang patriotik banget dalam membela martabat dan harkat bangsanya di hadapan panggung negara adikuasa. “Aku lahir dalam sebuah gerilya,” kata anak ketiga dari enam putra-putri pasangan Angel Castro y Argis dan Lina Ruz Gonzalez ini. Sebagai anak orang kaya, Castro melewati masa sekolahnya dengan mulus, serta tumbuh dan berkembang minat politiknya sebagai pemuda Kuba yang dinamis. energik, dan pintar.

Lulus sebagai doktor hukum pada usia 23 tahun (1950), ia melesat menjadi kepala negara Kuba pada 1959. Fidel muda yang kekar dan ganteng mulai menapak gelanggang politik Kuba di masa pemerintahan diktator Fulgencio Batista. Setelah merasakan kegerahan bara politik negerinya, Fidel muda yang suka olahraga petualangan di alam bebas, main basket dan baseball serta lari cepat di kampus Universitas Havana, kemudian ikut aktif dalam geng-geng politik mahasiswa dan acap kali bentrok dengan petugas pemerintah.

Tahun 1947 Fidel masuk Partido Ortodoxos bentukan Eduardo Chibas yang antikorupsi dan berniat bikin reformasi sosial, mewujudkan identitas nasional, serta menciptakan independensi ekonomi Kuba yang bebas dari cengkeraman AS. Tahun 1948, Fidel ke Bogota (Kolumbia), ikut konferensi mahasiswa Amerika Latin. Dalam pertemuan itu, Fidel menyebarkan pamflet antidominasi AS. Namun tidak lama kemudian, timbul kerusuhan “La Violencia”, lalu Castro yang aktif di lapangan disangka pimpinan gerakan kerusuhan itu, sehingga dikejar-kejar.

Untung ia masuk ke kedutaan Kuba dan bisa pulang selamat. Pengalaman itu menumbuhkan semangat pemberontakan dalam dirinya. Sekembali ke Kuba dan menikahi Mirta Diaz Balart (berasal dari keluarga kaya raya), Dr. Fidel Castro menjadi pengacara, pembela wong cilik kelas rendahan. Pada 1952, di Kuba terjadi kudeta pimpinan Jenderal Fulgencio Batista yang menggeser Presiden Carlos Prio Socarras. Rezim Batista diakui dan mengakui AS, serta mendapat dukungan ekonomi AS. Fidel sakit had, mulailah dia kasak-kusuk panas dan menyalakan bara dendam menjadi api revolusi terhadap Batista dan Amerika Serikat.

Fidel meninggalkan praktik hukumnya, mengajak Raul Castro bergabung lalu bersekongkol membentuk organisasi bawah tanah. Mereka mengumpulkan senjata dan amunisi, merencanakan serangan mendadak untuk merobohkan kekuasaan Batista. Tanggal 26 Juli 1953, Castro dan fidelismo atau pengikut fanatik Fidel, menyerbu barak Moncada, garnisun terbesar di luar Santiago de Cuba.

Korban berjatuhan. Fidel Castro menyelamatkan diri dan bertahan di Pegunungan Sierra Maestra di timur Santiago. Namun, gerombolan itu tertangkap. Fidel dan Raul terkena pengadilan. Fidel dijatuhi hukuman 15 tahun penjara di ujung tahun 1953. Dalam pengadilan itu, Fidel sempat berpidato, “Aku peringatkan, ini hanyalah permulaan … Aku akan diam beberapa tahun, tapi suaraku tidak akan dilumpuhkan, karena suara ini muncul dari dadaku … Hatiku akan memberikan api … Hukumlah aku. itu tidak masalah. Sejarah akan membebaskanku!” Fidel pun masuk penjara dan diceraikan istrinya.

Dua tahunan berlalu, Mei 1955, Fidel mendapat amnesti dari Batista. Castro yang masih mendendam lari ke Meksiko dan merancang revolusinya dari sana.

Che Guevara dan Barbudos

Taktik gerilya klasik menjadi pilihan Castro untuk menyerang balik rezim Batista. Di Meksiko, ia sempat berkenalan dengan Ernesto “Che” Guevara, pakar teoritis dan taktik perang gerilya asal Argentina. Fidel makin bersemangat saat Che meyakinkan, solusi melepaskan rakyat dari kemiskinan hanyalah melakukan “revolusi dengan kekerasan”.

Pada 26 November 1956, Castro bersaudara bersama Che dan 80 pengikut lainnya kembali ke Kuba dengan kapal Granma. Geng pemberontak ini mendarat pada 2 Desember 1956. Dalam waktu singkat, pasukan gerilya itu berantakan dan tewas. Meski angkanya simpang siur, sekitar 20 orang termasuk Castro bersaudara. Che, dan Camilo Cienfuegos lari dan bersembunyi di Pegunungan Sierra Maestra. Gerilya ini mendapat dukungan fidelismo yang sebagian besar masyarakat pedalaman.

New York Times pertengahan tahun 1957 tiba-tiba memuat berita dan gambar Castro cs, termasuk foto Che Guevara. Banyak yang kaget karena mengira Fidel dan revolusinya sudah mati. Makin lama Fidel makin kuat, sebaliknya Batista kian kedodoran karena AS menghentikan bantuan dolarnya. Fidel pun kian populer dengan tampang berewokan berpakaian militer lusuh serta mengisap cerutu Havana kesukaannya. Tampang penyeru gerakan revolusioner Kuba itu kian romantis bagi pengagum gerakan keras dan revolusi kontan ala Kuba.

Batista mulai kelabakan dan langsung membentuk Operasi Verano pada 1958. Tujuannya membasmi Fidel cs. yang kian ngetop. Gerakan “La Ofensiva” makin melemah, sedangkan pasukan Castro kian kuat karena mendapat dukungan tentara Batista yang membelot, termasuk escopeteros (wajib militer). Desember 1958, pasukan Castro dengan semangat “revolusi dengan kekerasan” terus merangsek dari segala lini, termasuk barisan gerilya pimpinan Cienfuegos dan Che Guevara yang terkenal.

Awal Januari 1959, Batista yang keok bersama Presiden Andres Rivero Aguero yang baru terpilih kabur ke Dominika, dan kemudian ke Spanyol. Dalam usia 32 tahun, Dr. Fidel Castro menjadi dalang gerilya klasik dan mendepak diktator Kuba, lalu menjadi perdana menteri pada 16 Februari 1959, serta memimpin negara “tanpa kolonel dan jenderal” itu. Setelah itu, “dendam” Castro kepada AS terwujud. United Fruit menjadi sasaran “nasionalisasi” Kuba, disusul perusahaan AS lainnya.

Padahal Fidel pada 15 - 26 April 1959 sempat diundang ke AS, sambil senyam-senyum menggeragot hotdog dan hamburger Amerika, di muka undangan Press Club. Toh Castro yang fasih berbahasa Inggris makin terkenal dan dibenci politisi AS. Apalagi saat dia menolak bertemu dengan Presiden AS Dwight Eisenhower.

Tahun 1960, AS melancarkan serangan balasan. Embargo impor gula Kuba, menghentikan pengiriman minyak, juga meneruskan embargo pengiriman senjata api. Bahkan AS melatih kaum pelarian Kuba menjadi milisi khusus dan disiapkan untuk menyerang dan menyusup ke Kuba. Pokoknya embargo segala macam bentuk perdagangan, kecuali misi kemanusiaan kiriman makanan dan obat-obatan. AS - Kuba pun putus hubungan diplomatik.

Akibatnya, sejak Februari 1960, Kuba melirik ke Uni Soviet untuk beli minyak dan senjata api. Kemesraan Kuba - Soviet ini bahkan menghasilkan kiriman bantuan ekonomi dan militer dari Krushchev. Juga banyak pakar pertahanan Soviet ikut mengatur Komite Pertahanan Revolusi. Sementara AS berusaha terus menggulingkan Castro, termasuk memakai tentara Kuba dalam pengasingan di Florida. Pada 15 April 1961, sehari setelah Castro menyatakan dirinya sosialis dengan revolusinya, tentara dalam pengasingan itu mengebom empat lapangan udara Kuba, dilanjutkan dengan serangan ke Teluk Babi.

lnvasi Teluk Babi gagal. Castro makin kuat dan kian berani. Dia serta-merta menyatakan Kuba “Negeri Sosialis” pada 1 Mei 1961. Bahkan pada 2 Desember 1961, Fidel menyebut dirinya “Marxis-Leninis” dan menerima komunisme. Lalu muncul kehebohan soal peluru kendali. AS kaget karena Uni Soviet memasang rudal yang moncongnya diarahkan ke daratan AS, sebagai alat penangkal serangan AS ke Kuba. Tahun 1963, Presiden John F. Kennedy mengeluarkan travel warning alias melarang orang AS melancong ke Kuba.

Hubungan intim Castro - Krushchev itu bikin Che Guevara yang pro-Cina rada tersinggung. Ernesto Guevara minta mundur sebagai menteri dan komandan tentara Kuba. Tahun 1966 Che pergi perang ke Kongo, lalu meneruskan “revolusi kerasnya” ke Bolivia. Che Guevara yang terkenal dengan logo potretnya pada kaus oblong anak muda zaman reformasi di Indonesia, kabarnya tidak beruntung di medan perang. Jagoan taktik perang gerilya ini tewas tertembak pada Oktober 1967, bukan di Kuba atau di Argentina, tapi di Bolivia.

“Makan teman” sendiri

Bertahun-tahun kemudian, Fidel makin kokoh memimpin negeri gudang atlet voli, basket, atletik, dan tinju itu. Partai Komunis Kuba menjadi partai tunggal. Kuba yang kaya emas, perak, batu permata, dan hasil bumi, juga mantan koloni Spanyol sejak 1511 - 1902 dan berada di bawah pengaruh AS sebelum zaman Castro, lalu memekar dari 4 menjadi 14 provinsi, di luar “Provinsi” Guantanamo di ujung timur, yang dikontrak AS sebagai penjara musuhnya AS.

Rakyat Kuba sebagian senang, sebagian lagi tidak suka dengan negara dan pemimpinnya. Penangkapan, penyiksaan. pemenjaraan dan “penghilangan” serta aksi kejam lainnya terhadap kaum kontra-revolusi, fasis atau agen CIA, menjadi sorotan kaum pembela hak asasi. Konon, selama 1957 - 1987 saja, rezim Castro telah menghukum mati 37 ribu – 141 ribu orang. Kurangnya hak sipil, terberangusnya kebebasan pers, pelarangan terhadap organisasi oposisi politik, kecuali Sentral Buruh Kuba (Central de Trabajores de Cuba). Kuba juga satu-satunya negara yang tidak mengizinkan Komisi Palang Merah Internasional memasuki penjara-penjara di negerinya.

Fidel sendiri perlahan-lahan luntur sikap atheisnya. Tahun 1992 Castro setuju menghilangkan batasan agama dan negara. El Comandante ini pun mengizinkan umat Katolik masuk partai komunis. Tahun 1998, Fidel Castro dengan setelan jas biru gelap yang bukan seragam tentara duduk nampang berdampingan dengan Sri Paus Yohanes Paulus 11 di muka umum, saat menjadi tuan rumah di Havana. Bahkan ketika Sri Paus wafat pada 2005, Castro pun menghadiri misa di katedral untuk raenyatakan bela sungkawanya. Konon Castro diketahui terakhir kali masuk katedral Havana pada 1959.

Meski Uni Soviet tahun 1991 sudah berantakan, Castro tetap tegar dan memimpin Kuba dengan segala gayanya. Ratusan ribu rakyatnya lari ke Amerika Serikat, malah puluhan ribu lainnya begitu nekat menjadi balseros alias pelarian dengan mengapungkan dirinya pakai ban dalam truk atau traktor. Puluhan ribu warga Kuba “mengapung” ke Florida, pakai apungan ban karet dengan bat pingpong sebagai dayung, serta olesan minyak bekas sebagai antiserangan ikan hiu.

Sebagian balseros tiba sebagai pelarian, sisanya tewas tertelan laut dalam atau terkoyak tewas digeragot ikan hiu. Fidel Castro selama hidupnya tidak lepas dari segala analisis dan tafsir. Dia katanya amat setia kawan, namun dikenal sebagai “terminator” alias selalu membersihkan pesaingnya, agar hanya dialah yang ngetop terus. Selain mengirim rekan seperjuangannya ke kancah revolusi di luar Kuba, Castro juga terbukti telah menembak mati perwira militer rekan revolusinya.

Belakangan Fidel Castro disebut-sebut oleh Majalah Forbes tahun 2005 sebagai negarawan terkaya dengan duit sampai AS$900 juta. Namun, ayah dari Fidelito, Alex, Alexis, Antonio, Alejandro, dan Alina ini dengan sangar bilang, “Jangan omong, buktikan kalau aku punya tabungan di luar negeri, meski satu dolar pun aku akan mundur dari jabatanku!”

Kini Fidel Castro sudah mati. Meski demikian, ide-idenya, oleh sebagian orang, disebut tidak akan pernah mati, karena bagaimapun revolusinya belum mati-mati!

Penulis: Rudy Badil, Intisari 2007

Artikel Terkait