Find Us On Social Media :

Di Tana Toraja, HOK Tanzil Temukan Hal yang Membuatnya Rela Berpeluh, karena Hanya Ada Satu di Dunia

By Ade Sulaeman, Jumat, 20 Oktober 2017 | 17:30 WIB

Nampaknya bis yang berjalan paling laju.

Di Pare-Pare bis kami berhenti di Terminal untuk kedua kalinya, namun tidak lama.

Dari kota pesisir ini kemudian kami menuju ke pedalaman, ke arah timur yaitu ke Sidrap.

Jalan mulai berliku-liku turun naik bukit. Daerah pegunungan memberi pemandangan seperti daerah lain di Indonesia.

Bermalam di Toraja dengan 500 Perak

Setelah Enrekang (236 km) ada 9 km jalanan yang rusak agak berat. Di Kotu (247 km) untuk ketiga dan terakhir kali bus berhenti waktu makan siang.

Yang terkenal disini "baje" semacam lemper dan buah-buahan (pepaya dan pisang).

Dari desa ini jalan yang agak sempit makin "ganas" liku-likunya. Jalan yang bersisi jurang ini tidak memakai batas pengaman.

Dapat dimengerti betapa bahayanya keadaan itu bila si pengemudi lengah.

Para pengemudi kendaraan bermotor di Sul-Sel umumnya berdisiplin baik dan toleran.

Bila akan saling melewati, bukan saja masing-masing mengurangi kecepatan, bahkan salah satu berhenti untuk memberi kesempatan lewat kepada yang lain, berhubung jalan agak sempit.

Sifat mengalah ini dapat dicontoh oleh para pengemudi di Jawa.