Find Us On Social Media :

Bukan dengan Impor Senjata, 'Taring' TNI Bisa Lebih Tajam Jika Industri Militer Dalam Negeri Maju

By Ade Sulaeman, Kamis, 5 Oktober 2017 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com - Suatu negara seperti Indonesia jika ingin memiliki kekuatan tempur (TNI) yang makin bertaring maka harus didukung oleh industri pertahanan atau industri militer yang mandiri.

Sebab dengan industri militer yang mandiri ketersediaan suku cadang dan perawatan bagi peralatan tempur serta peningkatan kemampuan SDM-nya bisa selalu terjamin.

Industri pertahanan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung kekuatan pertahanan suatu negara, terlebih dalam era modern seperti sekarang ini.

Dari sisi nilai strategis, industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama.

Yakni, efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan dan efek terhadap pembangunan ekonomi serta teknologi industri pertahanan nasional.

Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, industri pertahanan yang kuat akan menjamin pasokan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dan sarana prasarana pertahanan secara berkelanjutan sehingga selain dapat menciptakan kemandirian alutista juga memperkecil ketergantungan Indonesia terhadap produk alutsista luar negeri.

Ketersediaan pasokan alutsista secara berkelanjutan juga menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang.

Industri pertahanan bahkan dapat memberikan efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional.

Yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.

Jika berbagai faktor itu bisa terpenuhi kemandirian alusista dan industri dalam negeri pun tinggal menunggu waktu yang tidak lama.

Namun demikian jika pemerintah terpaksa harus membeli alutsista dari luar negeri harus melalui aturan main berupa undang-undang yang sedang berlaku.

Melalui UU RI Nomor 16 Tahun 2012 Pasal 43, pemerintah secara tegas mengeluarkan kebijakan untuk pembatasan impor produk pertahanan.

Meskipun harus impor, alutsista yang dibeli memiliki syarat belum bisa diproduksi dalam negeri dengan sejumlah syarat tambahan.

Syarat-syarat itu antara lain, (1) prosesnya langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan (2) mengikutsertakan partsipasi industri pertahanan (3) wajib melakukan alih teknologi (4) harus disertai jaminan tidak ada potensi embargo, kondisionalitas politik, dan hambatan penggunaan alutsista dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara (5) ada imbal dagang, kandungan lokal dan/atau offset (imbal beli) paling rendah 35%, dengan peningkatan 10% tiap 5 tahun.

Langkah tegas pemerintah itu penting demi mempercepat proses kemandiriaan alutsista melalui industri pertahanan yang ada baik BUMN maupun BUMS (Swasta).

Tapi proses kemandirian industri pertahanan, khususnya dalam pengembangan teknologi industri persenjataan itu tidak mudah karena selain dibutuhkan modal yang besar juga SDM yang mumpuni serta kerja sama antarindustri pertahanan.

Tetapi soal keterbatasan anggaran selalu menjadi kendalan utama.

Keterbatasan anggaran yang dimiliki selain menyebabkan pengadaan alutsista masih harus impor karena untuk memproduksi sendiri membutuhkan biaya sangat besar, juga disebabkan oleh kualitas SDM pertahanan masih minim.

Untuk mengembangkan industri dalam negeri, pemerintah sampai perlu memaksa terjadinya transfer of technology dari negara pengimpor sehingga SDM industri pertahanan menjadi tertantang untuk terus meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilannya.

Meskipun upaya untuk memiliki keterampilan kemampuan demi meningkatkan kualitas SDM industri itu tidak mudah karena membutuhkan perjuangan dan kerja keras.

Selain itu, upaya untuk meningkatkan SDM pertahanan juga memerlukan investasi pendidikan dan aktivitas R&D industri pertahanan yang berkelanjutan (sustainable).

Dengan adanya aktifitas R&D secara kontinyu, maka akan terjadi perkembangan teknologi dan otomatis akan meningkatkan produktivitas SDM.

Secara politis, upaya peningkatan SDM dan pengadaan alutsista juga sangat penting demi meningkatkan bargaining power Indonesia di luar negeri.

Dalam pembelian alat peralatan pertahanan (alpalhankam) pemerintah juga bisa lebih banyak menawarkan offset, karena didukung oleh kesiapan SDM dan juga peningkatan kemampuan teknologi industri pertahanannya.

Berkat kualitas SDM yang bisa dijadikan jaminan dan kesiapan teknologi industri pertahanan untuk mengerjakan offset, pada akhirnya dapat tercipta Indonesia yang mandiri alutsista dan berdaulat secara ekonomi dan memiliki ketahanan nasional baik di dalam dan maupun luar negeri.

Pengeloaan SDM Industri Pertahanan

Kemampuan SDM menjadi faktor yang paling penting dalam proses percepatan kemandirian teknologi industri pertahanan karena untuk faktor biaya bisa diatasi oleh good will pemerintah.

Sementara untuk kerja sama antarindustri pertahanan bisa dikelola melalui regulasi yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (Peraturan Menteri Pertahanan).

Sedangkan khusus untuk pengelolaan SDM, terutama dalam peningkatan kemampuan selain menjadi tanggung jawab pemerintah juga industri-industri pertahanan.

Upaya meningkatkan kemampuan SDM yang berkiprah di industri-industri pertahanan mutlak diperlukan mengingat dalam pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) khususnya yang dibeli dari luar negeri, Indonesia wajib melakukan alih teknologi.

Proses alih teknologi jelas merupakan langkah yang tidak mudah karena sangat tergantung kepada kesiapan SDM industri pertahanan yang mumpuni dan profesional.

Sebagai contoh untuk menerapkan semua kebijakan offset seperti yang diperoleh melalui kerja sama produksi KFX, medium tank, propelan, kapal selam, dan lainnya, industri pertahanan Indonesia terbentur kepada kemampuan SDM yang terbatas.

Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar melaksanakan program percepatan kemandirian alutsista melalui Tujuh Program Nasional yang mencakup : Program pengembangan Jet Tempur KF X/IF X, program pembangunan kapal selam, program pengembangan radar nasional, program pengembangan industri propelan, program pengembangan tank sedang (medium tank) dan tank berat (main battle tank), program pengembangan rudal, serta program pengembangan roket pertahanan.

Tujuh Program Nasional yang telah berjalan itu memang tidak semuanya berjalan mulus karena munculnya beragam kendala khususnya dalam hal pembiayaan, SDM, fasilitas dan kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang belum memadai, dan lainnya.

Pada beberapa dekade lalu, ketika offset yang ditawarkan oleh negara produsen alutsista tidak bisa dikerjakan, saat itu pemerintah cenderung menghindarinya dan memilih sistem beli putus.

Ketidakmampuan SDM dalam melaksanakan offset yang ditawarkan tidak boleh terjadi lagi dan harus ada upaya keras untuk mengatasinya.

Demi peningkatan teknologi industri pertahanan pengelolaan terhadap SDM sebagai faktor pendukung utama memang harus dilakukan secara sistematis, strategis, dan berkelanjutan.

Selain itu jika sudah tersedia SDM yang mumpuni pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan kesejahteraan hidup yang layak sehinggga mereka tidak memiliki keinginan untuk berkarya di luar negeri.

Indonesia pernah kehilangan ahli-ahli penerbangan yang mumpuni ketika IPTN mengalami krisis finansial (1998) dan berakibatnya pada kaburnya para pakar aviasi itu ke luar negeri.

Permasalahan penggarapan teknologi industri pertahanan pada dasarnya menyangkut permasalahan yang sangat kompleks dan rumit, karena menyentuh hal mendasar.

Seperti halnya ilmu pengetahuan mendasar yang butuh waktu lama untuk penguasaannya, pengaplikasian dalam wujud nyata melalui proses penelitian yang panjang, dengan tuntutan ketersediaan fasilitas yang memadai dan tentu saja perlu pendanaan yang cukup besar.

Sedangkan dari karakteristiknya, kebanyakan merupakan teknologi yang rumit dan tersembunyi sehingga sulit diperoleh dari pemiliknya (serba dirahasiakan).

Good will Pemerintah

Dengan karakteristik demikian, dari sisi SDM maka untuk menguasai teknologi militer memerlukan effort yang sangat besar, sehingga cenderung menjadi permasalahan pelik dan banyak kendala.

Dari pemahaman itulah, maka perlu ada komitmen dan dukungan yang jelas secara nasional, seperti halnya good will pemerintah dan dukungan pendanaan yang relevan mulai dari aspek politik serta ekonomi.

Salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah memprioritaskan berbagai kebijakan alih tekhnologi pertahanan dengan melakukan pembinaan yang simultan terhadap SDM perusahaan strategis, agar mampu menghasilkan berbagai produk, baik produk jadi maupun baru rancangan.

Upaya itu akan mencerminkan keberpihakan pemerintah untuk membangan industri strategisnya. Khususnya bidang peningkatan teknologi industri pertahanan dapat berjalan dengan baik.

Mengirimkan para tekhnisi dan putera-puteri terbaik bangsa untuk sekolah keluar negeri adalah salah satu pondasi bagi upaya menata kembali industri strategis Indonesia.

Upaya pemerintah pernah mengirimkan sekitar 300 teknisi kapal dari PT PAL untuk belajar memproduksi kapal selama ke Korea Selatan patut dipuji karena telah menjadi langkah nyata untuk mendukung anak-anak bangsa memproduksi kapal selam sendiri.

Salah satu yang juga harus diperhatikan adalah upaya pemerintah untuk menjaga dan memelihara agar para insinyur dan teknisi tersebut betah dan mau bekerja untuk pemerintah.

Caranya adalah dengan memberikan kesejahteraan yang optimal kepada mereka. Berkaca pada eksodusnya para insinyur dan ahli IPTN, harus dilihat sebagai sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia di masa yang akan datang.

Pemetaan kebutuhan SDM di bidang teknologi indhan juga mendesak dilakukan sehingga SDM yang paling penting untuk mendorong terciptanya teknologi yang dibutuhkan oleh masing-masing industri pertahanan segera terpenuhi, khususnya SDM di bidang quality control.

Pemetaan itu didasarkan kepada kenyataan bahwa penguasaan teknologi tidak terlepas dari peran institusi pendidikan formal dan non formal dalam menghasilkan sumber daya manusia.

Institusi pendidikan masih perlu dikembangkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang khusus yang berkaitan dengan teknologi pertahanan dan keamanan.

Kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam membuat produk teknologi, termasuk penguasaan teknologi dirgantara, umumnya masih terbatas pada tahap model dan prototipe.

Kemampuan membuat platform produk teknologi pertahanan dan keamanan yang tidak berbasis kendali elektronika sebagian besar sudah teruji dan laik operasi.

Pada dasarnya, dalam perkembangan terkini, SDM yang ada telah mempunyai keahlian dalam pengoperasian dan perawatan peralatan yang telah dimiliki.

Di samping itu, SDM lembaga litbang dan industri telah mempunyai kemampuan dalam perancangan, pembuatan prototipe dan pengujian beberapa peralatan. Salah satu faktor yang menghambat pengembangan kemampuan mereka terutama disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan kepada mereka.

Kemampuan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Lembaga penelitian dan pengembangan memiliki peran sangat penting dalam mendukung penguasaan teknologi.

Pada saat ini, peran sebagian besar lembaga penelitian dan pengembangan nasional masih bersifat pendukung, belum menjadi kekuatan utama dalam pencapaian keunggulan teknologi.

Hal ini menyebabkan kemampuan penelitian dan pengembangan belum sepenuhnya menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional. Produk litbang yang dihasilkan masih terbatas pada produk yang sejenis yang pernah dimiliki oleh TNI dan POLRI.

Namun demikian, lembaga litbang telah mampu memperbaiki beberapa kelemahan produk aslinya disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang teknologi pertahanan dan keamanan dapat meningkatkan kualitas produk dalam negeri.

Oleh karena itu, dukungan penelitian dan pengembangan sangat penting dalam penguasaan teknologi untuk meningkatkan kepercayaan pengguna dan daya saing produk dalam negeri.

Untuk mendukung kesinambungan penguasaan teknologi tersebut, diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak pada penggunaan hasil produksi dalam negeri.

Selain itu, memberi kemudahan dalam rekrutmen SDM teknologi industri pertahanan juga merupakan langkah yang tepat.

Upaya memanggil pulang para pakar teknologi industri pertahanan asal Indonesia yang masih bekerja di luar negeri dan memberikan jaminan pekerjaan serta hidup layak juga merupakan langkah strategis sangat penting.

Dengan beragam cara peningkatan kualitas SDM teknologi industri pertahanan yang telah dilaksanakan secara berkesinambungan, upaya mencapai kemandirian produksi alutsista mutakhir dan memiliki daya pukul yang dahsyat bukan hanya sekedar impian lagi.

Maka juga tidak hanya menjadi impian jika industri pertahanan makin mandiri, sebagai pengguna, pasukan TNI akan makin tajam taringnya.