Find Us On Social Media :

Bagi yang Sudah Tidak Betah di Kantor Lama, Inilah Waktu Paling Pas untuk Resign

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 24 September 2017 | 19:00 WIB

Intisari-Online.com - Rupanya dari seribu alasan yang ada untuk mengundurkan diri dari sebuah perusahan, alasan yang paling sering terjadi adalah faktor emosional.

Kalau bahasa populer zaman sekarang disebut "baper" alias bawa perasaan. Jadi kapan dong waktu yang tepat untuk resign?

Pertama, kata Dr. Andin Andiyasari Career Coach di Konsultan Karir Jakarta, resign-lah jika pekerjaan tidak memberi tantangan yang berarti lagi.

Tipe orang yang motivasi kerjanya adalah karier dan calling, biasanya akan gerah dengan pekerjaan yang tidak membuat dirinya semakin berkembang.

(Baca juga: Lingkungan Kerja Kurang Nyaman? Jangan Langsung 'Resign'! Coba Atasi dengan 5 Cara Ini)

Bekerja dengan mode auto pilot tidak cocok dengan orang-orang yang mencari kepuasan dalam pekerjaan.

Untuk orang-orang yang baru bekerja selama lima tahun mungkin belum mengalami hal ini. Namun mereka yang bekerja lebih dari lima tahun bisa jadi mengalaminya.

Kedua, boleh-boleh saja untuk resign jika perusahaan itu tidak memiliki jalur karier yang baik.

Umumnya level karyawan akan meningkat seiring dengan masa kerja dan pengalamannya. Namun belum tentu semua perusahaan memiliki kebijakan seperti itu.

Kalau seseorang menyukai zona aman dan nyaman, ya silakan bertahan. Namun jika kita adalah tipikal orang yang mengharapkan pengembangan keterampilan, maka sah-sah saja untuk mencari tempat yang baru.

“Apalagi jika jenjang karier di perusahaan sudah mentok, tidak ada peningkatan lagi, itu bisa jadi pertimbangan untuk pindah kerja,” kata Andin.

Ketiga, tidak dilarang resign karena motivasi yang baru dalam bekerja. Di awal-awal bekerja biasanya motivasi seseorang untuk bekerja adalah sekadar job semata.

Artinya, ia bekerja hanya untuk pemenuhan kebutuhan finansial. Setelah bekerja lima tahun, biasanya motivasi itu berubah pada keinginan untuk meningkatkan karier.

Jika motivasi bekerja adalah career, maka orang ini akan memilih pekerjaan di mana ia bisa meraih karier itu. Tidak hanya sekadar finansial, motivasinya mengarah pada makna pekerjaan itu.

Nah, dalam bekerja kita juga tidak bisa mengabaikan calling. Bagi sebagian orang bekerja bukan saja soal uang dan kedudukan, namun panggilan hidup.

Jika ternyata kita menemukan calling kita di bidang pekerjaan yang berbeda dengan yang sedang dijalani. Ya, silakan untuk resign. Sebab calling bicara soal passion dan kepuasan kerja.

Kalau sinyal-sinyal di atas muncul dalam pekerjaan kita, maka pertimbangan untuk resign bisa mulai dipikirkan. Tapi perlu diingat, resign adalah keputusan untuk berubah.

Dalam perubahan diperlukan adaptasi dan kepedulian yang lebih tinggi. Istilahnya siap untuk memulai dengan situasi dan sistem kerja yang baru.

Resign-lah dengan kepala dingin dan penuh pertimbangan. Semisal kita belum stabil secara finansial, sebaiknya tunggu dulu hingga ada pegangan.

Jangan putuskan keluar alias nekat resign karena tidak tahan lagi. Namun setelahnya malah semakin tertekan karena tidak ada uang. Dalam hal ini cobalah membuat jangka waktu bagi diri sendiri.

Misalnya targetkan selama tiga bulan sebelum resign untuk aktif mencari pekerjaan baru. Sehingga tidak ada ada masa jobless.

Kegiatan lain apa yang akan dilakukan setelah resign juga mesti dipikirkan. Kalau ingin berbisnis, bersiaplah dulu secara mental. Kalau mau pindah bidang pekerjaan, isi dan persiapkan diri terlebih dahulu.

(Baca juga: 50 % Karyawan Memilih Pindah Kerja Dibanding Harus Bekerja dengan Bos Bodoh)

Intinya, resign merupakan pilihan. Setiap orang memiliki persepsi dan pengalaman sendiri mengenai dunia kerja. Sehingga memang tidak ada waktu yang benar-benar pas untuk resign.

Namun idealnya, manusia tercipta untuk mengalami perubahan yang lebih baik. Kalau resign adalah keputusan yang membuat Anda berubah lebih baik, maka resign-lah!