Ketika berusia 19 tahun, ia berada di atas kapal ayahnya di Pelabuhan Havana ketika dua kapal mendekat. Kapal itu dipenuhi pria-pria berjenggot menggunakan pakaian militer.
Salah satu dari mereka menarik perhatiannya. “Wajahnya memukau saya,” tulisnya.
Tak lain, sosok menarik perhatian itu adalah Fidel Castro, hanya sebulan sebelum mengambil alih Kuba dari Fulgencio Batista melalui Revolusi 26 Juli yang terkenal itu.
“Saya tidak akan pernah melupakan saat pertama kali melihat tatapannya yang tajam, wajah yang mempesona, senyumnya yang jahat nan menggoda,” tulisnya.
“Saya Dr. Castro,” katanya. “Fidel. Saya Kuba. Saya datang untuk mengunjungi kapal besar Anda.”
Keduanya lalu bertukar pandang, dan beberapa saat kemudian, berpelukan—ini adalah awal dari affair yang akan mengubah jalah hidup Lorenz.
Castro memanggil Lorenz dengan sebutan “Alemanita”—Si Jerman Keci—dan begitu kembali ke Amerika, Castro mengirim pesawat pribadi untuk menjemputnya. Lorenz kemudian tinggal di Kuba selama tujuh bulan, di pondokannya di Havana Hilton.
(Baca juga: Beginilah Ramalan Tanda Tangan Orang Terkenal, dari John F. Kennedy hingga Ratu Elizabeth)
“Ia kekasih yang baik, penolong yang baik,” kenang Lorenz, kepada New York Post. “Ia suka menggenggam tangan dan memeluk erat-erat.”
Tak lama kemudian, Lorenz hamil, dan Castro sangat bahagia. Tapi saat usia kehamilannya menginjak tujuh bulan, sementara Castro dalam perjalanan, ia yakin ada seseorang yang memasukkan obat ke susu yang ia minum. Dan ketika ia terbangun, bayinya sudah “hilang”, dan ia sendirian di sebuah kamar hotel yang gelap. Ia linglung.
Ia memutuskan kembali ke Amerika dan marah kepada Castro karena kehilangan anaknya. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada bayinya—entah dilahirkan paksa atau digugurkan.
FBI lalu mengunjunginya, dan memanfaatkan kemarahannya untuk keuntungan mereka. Seorang agen bernama Frank Sturgis, yang ia temui di Kuba (seorang mata-mata yang ditangkap saat ramai-ramai Watergate), merekrutnya untuk ambil bagian dalam sebuah rencana untuk membunuh mantan kekasihnya itu.
Ia dikirim kembali ke Kuba untuk berbaikan dengan Castro. Ia dibekali dua pil khusus yang diklaim bisa membunuh Sang Comandante dalam dua jam.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR