"Kami sudah berdampingan kurang lebih 45 tahun. Kami ikuti ajaran kami yaitu islam, lakum dinukum waliyadin. Islam punya toleransi yang tinggi," ujar Akbar saat ditemui Kompas.com di Masjid Al Muqarrabien, Senin (5/6/2017).
Akbar menyampaikan, menjaga situasi tetap kondusif memang bukan perkara mudah. Baik pihak masjid maupun gereja memang harus tanggap ketika ada isu miring soal agama.
Ia menceritakan beberapa tahun lalu ketika ada isu SARA, situasi di kawasan itu memang sempat memanas.
Namun, dengan segera kedua pihak memberikan pengertian kepada masyarakat. Akhirnya isu tersebut bisa diredam.
Akbar menjelaskan toleransi yang terjadi saat ini tak terlepas dari pesan ayahnya yang juga merupakan pendiri masjid, Abdul Azis Hali.
Ayahnya, kata Akbar berpesan agar toleransi beragama tetap terus dijaga dan terus diturunkan ke generasi selanjutnya.
Dari sisi kegiatan, pengurus masjid juga memperbolehkan jemaat gereja untuk memarkirkan kendaraannya jika di lahan parkir gereja tak bisa lagi menampung kendaraan.
"Ada kegiatan saling bantu. Jika di dalam lahan untuk tempat parkir penuh, mereka boleh parkir di pekarangan masjid, tidak ada larangan," ujar Akbar.
Ibu Akbar, Aisyiah menceritakan bahwa untuk menjaga kerukunan, saat masih hidup ayah Akbar meminta agar tidak ada khotbah berbau politik di masjid itu.
"Almarhum minta jangan ada politik-politk di masjid. Ini bukan masjid politik," ujar Aisyiah.
Merry Dauhan Wakil Sekretaris Gereja Mahanaim mengatakan, toleransi beragama memang sudah ditanamkan sejak lama oleh pengurus gereja kepada jemaat.
Meski tak pernah melakukan dialog langsung dengan pengurus Masjid Al Muqarrabien, dari internal gereja telah ditanamkan bahwa hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain harus saling menghormati.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR