Alor Setar, ibukota negara bagian Kedah di bagian utara Malaysia, terbilang kota kecil, seperti Cianjur atau Sukabumi di Jawa Barat. Menara Alor Setar, monumen setinggi 165 m di pusat kota adalah bangunan tertinggi yang menjadi landmark kota.
Baca juga: Takut Rugi, Malaysia Mohon Indonesia Batalkan Rencana Hentikan Pengiriman TKI
Mengenai kebersihan dan kerapian, sekali lagi, kita masih tertinggal!
Saya mengakali keterbatasan dana dengan menyewa sebuah rumah warga, alias home stay, tidak jauh dari Bandara Sultan Abdul Halim. Ide itu saya dapatkan dari seorang mahasiswa Universiti Utara Malaysia (UUM) asal Indonesia, yang saya kontak lewat Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Malaysia.
“Agak mahal, RM450, mintanya,” kata Aji, pengurus PPI Malaysia.
Belakangan, setelah dihitung-hitung ternyata biaya sebesar itu super murah. Rumah dengan tiga kamar besar, hanya RM450 untuk lima hari. Cukup untuk enam bahkan sepuluh orang. Artinya, RM5 atau Rp17 ribu per hari. Padahal, untuk penginapan biasa rata-rata di atas RM30 semalam.
Baca juga: Proyek Kereta Malaysia Kacau, Kereta Indonesia Malah Makin Mewah
Salah satu kemajuan negeri jiran adalah di bidang pendidikan. Indikator itu setidaknya dapat dilihat dari banyaknya universitas mereka yang masuk peringkat dunia. Jumlah mahasiswa Indonesia di Malaysia, tiap tahun semakin meningkat.
Aji, yang juga menjabat ketua senat mahasiswa fakultas internasional, mengajak saya mengunjungi kampusnya, di UUM.
Jalan mulus dua lajur yang sepi kiri dan kanannya dikelilingi pohon-pohon yang lebat. Universitas itu memang didirikan di luar bandar atau kota, hampir semua mahasiswa diasramakan di dalam kompleks kampus.
“Pekan ini kampus sepi, masih masa libur,”katanya. Lebih dari 500 mahasiswa Indonesia studi di UUM, belum lagi kampus-kampus lainnya. Terbayang kisah yang pernah saya dengar, dulu tahun 1960-an negeri kita yang mengirim guru ke sana, menjadi cikgu-cikgu yang dihormati.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR