Pusat kota Melaka yang bersejarah dapat dicapai dalam sepuluh menit dari motel tempat kami menginap. Kami berkeliling kota dengan berjalan kaki siang itu.
Selepas alun-alun Bovenkerk atau gereja Kristus – wilayah tinggalan Belanda dengan bangunan-bangunan berwarna merah bata – beberapa polisi sibuk mengatur lalu lintas di persimpangan.
Baca juga: Kurs Ringgit Juga Anjlok, Ekonomi Malaysia Melemah, Ekonomi Indonesia Kok Malah Tumbuh Pesat?
Sejurus kemudian tampak barisan pasukan beriringan melintas, terdiri dari tentara, polisi, pelajar, sampai pegawai-pegawai dinas pemerintah, lengkap dengan marching band masing-masing kesatuan. Mereka sedang berlatih untuk parade tingkat negeri atau negara bagian esok hari.
Kami kembali ke Kuala Lumpur di sore hari tanggal 30 Agustus. Radio yang disetel sopir bus tak hentinya memutar lagu-lagu bertema patriotik. Sadar para penumpang mungkin terganggu, ia mengecilkan volumenya.
Pagi itu, Chinatown KL tampak sepi. Kebanyakan toko masih belum buka, padahal mereka menggelar dagangan sampai larut sekali tadi malam. Kami sudah berniat ingin menyaksikan perayaan kemerdekaan tingkat nasional yang dipusatkan di Dataran Merdeka, sejenis alun-alun kota.
Dari Chinatown jaraknya hanya 1 km, cukup berjalan sekitar 10 menit. Sepanjang jalan, bendera nasional terlihat di mana-mana, mulai yang menjulur di tiap bangunan, tiang-tiang bendera, sampai potongan kecil yang melintang zig-zag di atas jalan.
Baca juga: Negeri Sembilan Malaysia Tenyata Mengadunya ke Minangkabau Juga
Arena sekitar lapangan sudah penuh sesak. Rupanya warga sudah sejak pagi memadati area itu. Beberapa petugas membagikan air kemasan gratis.
Hampir tidak ada formalitas, selain pemeriksaan pasukan ketika Yang di-Pertuan Agong, atau raja tiba, diikuti lagu kebangsaan dan pembacaan Ikrar Rukun Negara, semacam Pancasila di negara kita.
Tak sampai setengah jam, acara protokoler selesai. Sekitar dua jam berikutnya diisi oleh tampilan-tampilan seni, ditutup dengan parade militer, lengkap dengan tank dan senjata tempur lainnya.
Sebuah “rahasia umum”
Baca juga: Mega Proyek Malaysia-China Bikin Makin Bangkrut, Inilah Kebijakan yang Diambil PM Malaysia
Malaysia adalah negara multietnis. Meski tidak sebanyak bilangan etnis di Indonesia. Inggris semasa memerintah dulu, mendatangkan banyak tenaga kerja dari Tiongkok dan India, untuk mengolah perkebunan, tambang, dan menjalankan ekonomi.
Hal Ini ternyata menyebabkan kecemburuan sosial. “Itu dah public secretlah,”, kata seorang mahasiswi di Kuala Lumpur kepada saya.
Seminggu sebelumnya, jamuan yang diselenggarakan Menteri Besar Kedah di Seri Mentaloon (rumah dinas) belum dimulai ketika delegasi kami tiba. Kami memilih meja bundar di bagian tengah aula dan berkenalan, beliau seorang guru dari Malaysia Timur.
Dari tampilannya beliau bukan dari suku Melayu. Ketika kemudian meja kami telah penuh dengan peserta lain dari Indonesia dan Malaysia, beliau tampak sedikit canggung, kemudian pamit.
Saya memperhatikan ia mengambil kursi di tempat lain, yang terlihat lebih banyak diisi sesama komunitasnya.
Nazir, juru kamera tuan rumah yang selama kegiatan cukup kenal dekat melihat keheranan saya, dia melirik dan berkata, “You know, lah…”.
Selamat Merayakan Hari Kemerdekaan untuk Malaysia!
Baca juga: Parah, Gara-gara Salah Negosiasi Mega Proyek dengan China, Malaysia Makin Bangkrut!
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR