Sampah yang dikumpulkan tentu yang anorganik.
Ibu dua anak ini menjelaskan, Limbah Pustaka merupakan bentuk kombinasi harmonis antara perpustakaan desa dan bank sampah.
Gagasan ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2014, namun upaya jemput bola lewat perpustakaan keliling ini baru mulai dilakoni sejak dua tahun terakhir.
“Sebenarnya tidak diwajibkan untuk setor sampah setiap mau meminjam buku, lebih kepada sukarela saja. Tujuan saya hanya untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan kepada masyarakat,” kata Arti yang juga menjabat sebagai Kaur Kesra desa setempat.
Uang dikembalikan ke peminjam
Saat ini, Limbah Pustaka sudah memiliki koleksi sekitar 2.000 buku. Jenisnya pun cukup beragam, mulai dari buku bertema agama, kesehatan, pendidikan, pertanian, hingga fiksi.
Dengan daya tarik tersebut, dalam sebulan, Limbah Pustaka dapat menghimpun sampah hingga satu kuintal lebih.
“Hasil dari penjualan sampah ini tidak saya kantongi sendiri, namun saya kembalikan kepada para anggota. Jadi sistemnya tabungan, setiap ada yang setor sampah, saya catat. Lumayan, dalam satu tahun bisa kumpul sampai puluhan ribu rupiah,” jelasnya.
Salah satu pelanggan setia perpusatakaan keliling Limbah Pustaka, Salsabila Aura Ramadhani (10) tampak gembira dengan kehadiran Limbah Pustaka. Siswi kelas 4 SD tersebut biasa meminjam buku-buku yang disediakan oleh Limbah Pustaka.
Sebagai pengganti, Salsabila dengan senang hati mengumpulkan sampah plastik dari rumah dan lingkungan sekitar untuk disetorkan ke Arti.
Ternyata Limbah Pustaka tak hanya populer di kalangan anak-anak saja, orang dewasa juga tak kalah antusias memilah-milah buku di atas rak. Salah satunya yakni Tri Ustanti (50).
Warga RT 8 RW 3 tersebut lebih tertarik dengan buku-buku agama dan resep masakan.
Source | : | kompas.com,detik.com |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR