Dari sisi persenjataan, Hendro - yang hapal banyak jenis senjata, pesawat terbang, dan istilah teknis kemiliteran - jadi tahu bahwa tentara multinasional mempersiapkan diri terhadap kemungkinan perang kimia.
Hendro belajar, jika ada bom berisi gas darah meletus, cukup diredam dengan mengenakan masker. Namun, jika isi bom gas saraf atau mostar, ia harus mengenakan pakaian antisenjata kimia.
"Pada hari pertama saya belum dapat pakaian itu. Saat Scud meledak, saya pakai handuk basah untuk menutup hidung. Saya bilang kepada juru kamera, 'Ini risiko. Kalau bom ternyata berisi gas saraf atau mostar, tamatlah kita'."
Senjata kimia juga buruk bagi peralatan kerja. Serbuknya bisa masuk ke sela-sela kamera dan merusakkan film atau kaset.
Ketika pertama kali datang, Hendro melihat lusinan wartawan senior membawa kamera bawah air ukuran kecil. Ternyata, hanya kamera itulah yang bisa meredam serbuk senjata kimia.
Pelajaran lain, dengan dikenakannya pakaian antisenjata kimia yang beratnya 6 kg, daya tempur prajurit turun 30 - 40%. Ketika menembak, ketepatannya menurun sampai 40%.
Hendro yakin, jika pakaian itu dikenakan juru foto atau kamerawan televisi, kemampuan meliput dan kualitas gambar yang dihasilkan pasti merosot.
Mengurus izin lebih sulit
Dari Perang Teluk pula Hendro mendapat pelajaran soal manajemen keuangan dalam peliputan. Ketika mengajukan permohonan untuk meliput, kepada atasannya ia bilang, jika diberi uang saku untuk dua minggu, ia akan berada di Teluk selama sebulan.
Tapi jika uang sakunya untuk sebulan, ia tidak akan pulang sebelum perang berakhir. Ishadi SK, direktur televisi waktu itu, heran, bagaimana mungkin uang saku AS $ 155/hari bisa menunjang hidup di Riyadh, Dhahran, atau Kuwait City yang tarif kamar hotelnya sekitar AS $ 200/hari?
"Ya, itulah kelebihan saya," kata Hendro mengulang ucapannya kepada Ishadi.
Namun, kelebihan terkadang belum cukup karena Hendro setiap kali dihadapkan pada legalitas dan perizinan. "Karena itu, saat di Kamboja saya lebih banyak me-manage, tidak bawa kamera, sebab terkadang mengurus perizinan lebih sulit ketimbang meliput.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR