Intisari-Online.com - Wartawan Washington Post David Fahrenthold masih ingat betul ketika Donald Trump berjanji akan menyumbang veteran sebelum Iowa Caucus, Februari tahun lalu. Saat itu ia bilang akan menyumbang 6 juta dolar AS, termasuk 1 juta dolar AS dari uang pribadinya.
“Lalu apakah Trump menindaklanjuti janjinya itu?” David bertanya-tanya.
(Baca juga: Pulitzer 2014: Antara Snowden dan Bom Boston Marathon)
Selama beberapa bulan David menemukan bahwa jawabannya adalah tidak. Meski akhirnya Trump menepati janjinya tiga bulan kemudia, David tetap melalukan penyelidikan yang lebih mendalam.
Dalam serangkaian artikel yang cukup rinci, ia menemukan bahwa banyak klaim filantropi Donald Trump yang dibesar-besarkan, digembar-gemborkan. Dalam beberapa kasus, tidak sesuai dengan fakta keasliannya.
Penyelidikan panjang itu kini mendapatkan hadiah yang sangat setimpal. Senin (10/4) waktu Amerika Serikat, hasil investigasi David diganjar Hadiah Pulitzer yang menjadi idam-idaman seluruh wartawan di seluruh dunia.
Tak hahya soal gembar-gembor filantropi itu, penilaian terhadap David juga berdasarkan laporannya yang mengungkap sikap Trump yang kerap berkomentar kasar dan aksinya melecehkan perempuan pada sebuah wawancara di “Access Hollywood” pada 2005 lalu.
Artikel David, yang sejatinya banyak menyantumkan sumber anonim, menjadi artikel yang paling banyak dibaca selama masa kampanye Pemilih Presiden AS 2016 lalu. Meski pada akhirnya menang, cerita-cerita itu sedikit banyak mempengaruhi kredibilitas Trump sebagai calon presiden.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR