Advertorial
Intisari-Online.com -Kasus terjebaknya 12 orang anak laki-laki yang berasal dari tim sepak bola yang sama bersama satu orang pelatihnya di dalam guaTham Luang Nang Non, Thailand menjadi pelajaran penting bagi kita semua.
Ke-13 orang yang sempat dinyatakan hilang selama lebih dari seminggu tersebut ditemukan tim penyelamat berada di tengah-tengah gua.
Mereka terjebak dan tidak bisa kembali ke permukaan sebab gua tiba-tiba terendam air setelah hujan turun.
Baca juga:Kisah Bocah Umur 10 Tahun yang Dihadiahi Uang Rp1 Miliar Setelah Menemukan Eror di Instagram
Hingga saat berita ini diturunkan, ke-13 orang tersebut belum bisa dikeluarkan karena ketinggian air masih cukup tinggi meski pemerintah sudah berusaha memompa air keluar.
Jika strategi memompa air tersebut tidak juga berhasil, maka hanya ada dua pilihan untuk menyelamatkan mereka yang diketahui tak bisa berenang dan menyelam tersebut.
Pilihan pertama adalah mengajari para korban menyelam dalam waktu singkat. Pilihan kedua adalah menunggu air gua surut, yang diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan.
Baca juga:Nasib Jadi Teman-teman Ratu Elizabeth, Tak Boleh Pulang Sebelum Ratu Pulang Bila Mereka Bertemu
Namun, di antara dua pilihan tersebut tersimpan satu bahaya yang mengintai, yaitu air di dalam gua yang bisa tiba-tiba bertambah tinggi jika hujan turun dengan deras.
Jangan sembarangan telusur gua
Kegiatan telusur gua sering kali dimasukan ke dalam sebuah kegiatan wisata.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa gua yang dijadikan destinasi wisata. Gua Jomblang di Gunung Kidul, Yogyakarta misalnya.
Namun, sebagai sebuah wisata alam, faktor alam tentunya tak bisa diabaikan. Salah satunya, seperti yang dialami oleh ke-13 orang korban di Thailand, air di dalam gua bertambah tinggi.
Pada29 nov 2017, Cahyo Alkantana selaku pengelola ekowisata Jomblang mengunggah sebuah foto melalui akun Facebook-nya yang menunjukan bahwa Gua Jomblang dipenuhi oleh air.
"...siklus alam masih normal spt fenomena ini adalah hal yg biasa tiap 5 tahunan. Jadi untuk sementara aktivitas semua goa2 di gunung kidul di tutup untuk beberapa hari menunggu ketinggian air menurun yg diperkiran 3 hari lagi sdh normal kembali..." tulisCahyo.
Banjir adalah salah satu momok dalam aktivitas penelusuran gua.
Peter Jäger, seorang arachnologist yang bekerja di gua-gua di Asia, pernah berujar kepada DW.com,"Anda tidak boleh memasuki gua setelah badai, karena air dapat naik secara tak terduga dan Anda dapat tersapu oleh gelombang pasang."
Sementara itu, situsmit.edu menulis "Saran terbaik adalah tetap berada di luar gua yang aneh jika Anda pikir hujan akan turun atau baru-baru ini sedang turun hujan."
Situs mit.edu juga memaparkanbeberapa tanda bahwa suatu bagian mungkin banjir:
1. Adanya puing atau lumpur yang menempel di dinding atau langit-langit;
2. Sungai aktif, terutama di bagian bawah;
3. Tidak adanya lumpur di aliran sungai dapat mengindikasikan banjir yang cepat dan deras;
4. Lumpur kering yang retak adalah indikasi yang baik bahwa suatu bagian pernah mengalami banjir hanya dalam kondisi ekstrim.
Sebenarnya tidak hanya luapan sungai bawah tanah yang membuat penelusuran gua menjadi aktivitas yang berisiko.
Hipotermia, terjatuh, benda jatuh, hewan penghuni gua, penyakit, tersesat, terjebak di lorong gua yang sempit, udara yang beracun atau kekurangan oksigen karena terlalu banyaknya orang yang berada di dalam gua dalam waktu yang sama menjadi beberapa contoh risiko dari aktivitas penelusuran gua.
Maka dari itu, jangan sembarangan menelusuri gua.
Beberapa gua sudah menyediakan pemandu bersertifikat yang tentunya bisa lebih menjamin kenyamanan dan keamanan Anda dalam menelusuri gua.