Kami sendiri hanya di serahi mengukur, menggambar, melaporkan temuan penting dan menyusun laporan yang semuanya diawasi langsung oleh pimpinan dan asistennya.
Hasil penggalian dari tahun-tahun yang lalu dipamerkan pada satu ruangan husus yang disediakan dekat tempat penggalian sehingga kami dapat melakukan perbandingan dengan temuan-temuan yang kami peroleh.
Lubang penggalian yang terdalam mencapai 8 meter. Pada lubang ini kami menemukan struktur tanah yang terdiri dari berbagai benda temuan dimana makin dalam telah ditemukan benda-benda yang umurnya lebih tua.
Baca juga: Menengok Situs Megalitikum yang Terletak di Dasar Laut Mediterania, Usianya Sudah 9.000 Tahun Lho
Pada lapisan atas kami menemukan fondasi benteng dari masa Moghul (abad 16-17), dibawahnya kami temukan tembikar dari abad 12-15 M. Dibawahnya lagi dapat ditemukan periuk dan terracotta dari masa yang lebih tua.
Seterusnya secara beruntun makin kebawah kami menemukan fragmen dari masa Sungga (abad 2-5 M), kemudian Maurya (abad 4 S.M. — abad 2 M) dan terakhir fondasi bangunan kuno dari masa sekitar 1000-1500 S.M.
Minta jimat Yudistira
Secara perlahan-lahan mereka mulai menemukan beberapa jejak tertua dari masa nomaden Aria dan mithos tentang Indraprahasta makin menjadi menarik sehingga School of Archaeology tetap melanjutkan program jangka panjang untuk penggalian di Purana Qila.
Sebelum pulang ke tanah air kami sempat mengirim surat kepada seorang teman di Jakarta dan melaporkan bahwa kami sedang mengikuti penggalian bekas keraton Indraprahasta.
Jawaban surat itu agak aneh, teman kami berpesan kalau dapat ia minta dicarikan layang kalimusada milik prabhu Darmakusumah atau Puntadewa.
Tentu saja permintaan tersebut tidak dapat kami kabulkan karena sampai penggalian berakhir kami ternyata tidak menemukan layang sang Yudistira ini.
(Ditulis oleh H.M. Ambari. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1974)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR