Namun bedanya letusan kali ini begitu cepat dari perkiraan warga. Salah satu tanda gunung bakal meletus adalah turunnya binatang hutan ke perkampungan. Menurut Qomar, warga setempat tidak menjumpai pertanda itu.
"Hawa dan cuaca panas mulai dirasakan warga sebelum magrib hingga puncaknya pukul 21.00. Saat itu lah, warga yakin bahwa Kelud segera meletus. Sayang malam. Tapi ngeri betul karena selama dua jam petir dan kilat tanpa henti menyambar," sahut Mustakim saat ditemui di pengungsian SD Siman.
Bagi warga lereng Kelud, mereka masih ingat dan ngeri namun senang melihat jilatan api di langit Kamis malam itu. Mereka hapal betul bahwa sebelum dentuman keras sebagai tanda puncak letusan, akan diawal semburan asap pekat. Asap yang menggulung-gulung itu tak tampak malam kemarin. Malam itu lereng Kelud gelap gulita.
"Hawa begitu panas. Kalau siang hari pasti tampak gulungan asap seperti wedus gembel terus menjulang ke langit. Karena malam, gelap sekali. Setelahnya tejadilah letusan hebat. Kemudian sepanjang 3 jam, hujan pasir bercampur batu menyusul," kata Mustakim.
Pengalaman menantang bahaya itu juga diungkapkan Heri, warga Desa Kebonrejo, Kepung.
"Saya takut karena jilatan api itu rasanya sudah persis di atas kepala saya. Seperti tinggal satu meter," kata Heri tak percaya. Setelah menyaksikan letusan Kelud itu, rasa takut pun menghinggapi mereka, sehingga mereka pun memutuskan itulah saatnya lari ke pengungsian di SDN Siman.
Jumat pagi, diketahui bahwa sejumlah sejumlah rumah di desa itu ambruk karena tak kuat menahan beban abu dan kerikil vulkanik yang menumpuk di atap. (surabaya.tribunnews.com)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR