Memang, setelah Jerman “pulih” kembali dari segala kehancurannya, sistem pemerintahakannya yang agak “keras” terpimpin dan malahan autokratis itu, mudah membangkitkan rasa tidak puas.
Kadang-kadang malahan menimbulkan selisih paham di antara sesama negara Bara. Misalnya dengan Amerika.
Sebenarnya jasa dan bantuan Amerika dalam membangun kembali Jerman tidaklah kecil. Malahan dapat dikatakan negara yang paling besar sumbangannya. Ini tidak mengherankan, sebab antara Adenauer dan Duller bersaudara ada ikatan yang erat sekali.
Adenauer mengagumi John Foster Dulles Menlu AS ketika Presiden Eisenhower. “Dulles punya pandangan luas dan jauh ke muda, selain itu ia pun orang yang bisa dipercaya kata-katanya.”
Baca juga: Blitzkrieg, Serangan Kilat Legendaris Jerman yang Bikin Prancis Mengakui Kehebatan Jerman
Tokoh lain yang juga dikagumi ialah De Gaulle, komentarnya, “De Gaulle memang orang besar, tapi orang yang paling ‘besar’ tetap John Foster Dulles.”
Adenauer bukan orang yang mudah menghamburkan simpati dan kagum. Pahlawan bangsanya sendiri seperti Bismarck hanya mendapat penilaian sebagai berikut, “Seorang politikus yang kurang dapat diandalkan untuk urusan di dalam negeri, meskipun gemilang politik luar negerinya.”
Karena itulah, sekali kagum simpatinya tertanam pada seseorang, sulit untuk ditawar-tawar lagi.
Jembatan emas yang dibina atas ikatan batin tadi, pelan-pelan menjadi goyah sesudah kematian Dulles. Makin lama Adenauer makin kurang sepaham dengan kebijaksanaan AS terutama dalam menghadapi negeri-negeri komunis. Ini bukan disebabkan karena AS mengkhiataninya, tapi karena macam-macam persoalan yang biar bagaimana juga sekalipun tidak bisa diterima Adenauer.
Antara lain karena kebijaksanaan tokoh-tokoh Washington terhadap Moscow, tidak lagi sepaham denganny. Kalau AS makin lama makin ber”koeksistensi damai" dengan Moscow, maka Adenauer tetap menganggap, komunis sebagai momok.
Baginya komunisme sama jeleknja seperti naziisme. Karena itu sikapnya pun amat kaku dan tegas terhadap RDD dan Uni Soviet. la dengan gigih mengusahakan agar pasukan AS tetap berada di Jerman.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR