Intisari-Online.com – Sekarang mendapat obat sudah sama gampangnya dengan beli martabak. Begitu pula dengan obat yang harus ditebus menggunakan resep dokter.
Selama tepat dosis, alamat, serta indikasinya, obat menjadi dewi penyembuh.
Namun sebaliknya, obat yang dipakai berlebihan, bukan pada indikasinya, dan salah alamat pula, bisa berubah tabiat menjadi racun.
Alih-alih mengobati, ia malah merusak badan. Selain tubuh harus memikul efek sampingan, obat yang tak tepat dipakai mungkin memperburuk penyakit yang sudah ada.
Baca juga: Perlukah Ibu dan Bapak Rumah Tangga Mengerti Khasiat Obat-obatan?
Bukan pula tak mungkin memunculkan masalah medis baru.
Sebaiknya, kita tidak kelewat akrab dengan obat. Kalau dokter memilihkan pasiennya obat, tentu ada dasar medisnya.
Namun, belum tentu keluhan yang sama, tanpa diperiksa, akan memerlukan obat yang sama.
Ada pertimbangan manfaat dan mudaratnya, selain ongkos-manfaat yang dokter timbang-timbang saat menulis resep buat seorang pasiennya.
Kompetensi untuk menimbang-nimbang kapan obat laik dipakai, kapan dosis bisa dikurangi, kapan obat perlu diganti, dan kapan sudah harus dihentikan sepenuhnya milik dokter.
Baca juga:Ketika Tukang Copet Membalas Dendam pada Dokter yang Mengoperasi Anaknya Tanpa Obat Bius
Pihak awam tak mampu menggantikan dokter untuk memakai dan memilih obatnya sendiri.
Sekali lagi, keluhan, gejala, dan tanda penyakit yang kelihatannya sama belum tentu mewakili jenis penyakit yang sama.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR