Tahun '50-an kala itu, kan, sangat jarang wanita jadi penulis. Tumbuhnya minatku pada dunia mengarang bukan semata karena bakat tapi juga karena hobiku membaca.
Baca Juga : Persian Brides, Novel Kisah Cinta Yahudi-Arab yang Dilarang Beredar di Israel
Buku apa saja kulalap. Yang paling kusukai memang novel.
Waktu masih kelas 1 SMA, aku sudah membaca novel berbahasa Inggris karangan Pearl S. Buck. Novelis itulah yang jadi salah satu idolaku, selain Pramudya Ananta Toer untuk novelis Indonesia.
Kalau cerpen, aku suka karya-karya Hussein Umar. Ibu tak pernah memarahiku jika aku getol membaca novel. Kalau aku kelewat asyik, paling-paling Ibu mengingatkan, sudah bikin PR atau belum.
Ibu sering berpesan, boleh rajin membaca novel asal nilai pelajaranku tidak jelek. Sikap itulah yang paling kusukai dari Ibu.
Baca Juga : Stephenie Meyer, Penulis Novel Terkenal Twilight yang Membuat Bella Swan Berubah jadi Pria
Sebab, ada orang tua yang melarang anaknya membaca novel. Andai saja ibuku seperti mereka, mungkin aku tidak jadi pengarang seperti sekarang.
Keindahan bunyi
Selepas SMA aku sudah memutuskan menekuni dunia mengarang sebagai sandaran hidup. Aku begitu yakin saat itu. Dan keputusan itu termasuk sangat berani untuk ukuran zaman itu.
Syukurlah, aku tidak salah melangkah dan tetap bertahan sebagai pengarang sampai sekarang.
Baca Juga : Ernest Vincent Wright, Menulis Novel Gadsby dengan Tidak Sekali pun Memakai Huruf E
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR