Sumpah itu sendiri berhasil karena pulau-pulau yang menjadi target Gadjah Mada seperrti, Pahang, Dompo, Palembang, Bali, dan lainnya berhasil dikuasai serta di persatukan di bawah kekuasaan Majapahit.
Semasa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389), Gadjah Mada bahkan berhasil mengembangkan kekuasaannya sampai ke wilayah timur seperti Seram, Makasar, Buton, Sumba, Saparua, Solor, Bima, Ambon, Timor, Dompu, dan lainnya.
Tapi prestasi emas Gadjah Mada sempat ternodai oleh Perang Bubat yang melibatkan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran.
Kisahnya, Hayam Wuruk bermaksud menjadikan puteri raja Pajajaran, Dyah Pitaloka, sebagai permaisuri dan Gadjah Mada serta pasukannya dikirim untuk melamar.
Ketika rombongan Gadjah Mada sampai di daerah Bubat, mereka dicegat pasukan Pajajaran.
Gadjah Mada mengira pasukan Pajajaran merupakan pasukan penyambut tapi ternyata bukan.
Secara tiba-tiba pimpinan pasukan Pajajaran mengajukan syarat agar Hayam Wuruk sendiri yang datang menjemput calon permaisuri.
Bagi Gadjah Mada, jika Hayam Wuruk sendiri yang datang melamar itu sama saja berarti Majapahit secara politik telah ditaklukan oleh Pajajaran.
Gadjah Mada berusaha keras mengadakan negosiasi agar Pajajaran menerima dirinya.
Tapi Patih Ane Paken sebagai pemimpin pasukan Pajajaran tetap bersikeras dan perang pun pecah.
Raja Pajajaran dan puterinya akhirnya tewas dalam perang habis-habisan itu.
Sedangkan Hayam Wuruk yang kemudian tahu kejadian yang sebenarnya menjadi sangat kecewa.
Gadjah Mada sendiri kemudian mengundurkan diri dari kekuasaan sebagai patih dan dunia politik Majapahit.
Dia lalu memilih meninggalkan keduniawaian dan berlaku tapa di hutan.
Tahun 1364 Gadjah Mada meninggal dan seiring kepergiannya secara perlahan kejayaan Majapahit pun pudar.
(Baca juga: Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR