Komandan kami seorang tentara senior agak curiga begitu melihat kami berdua. Penampilan kami yang amat berbeda dengan prajurit-prajurit yang lain barangkali menimbulkan dugaan bahwa kami ini spion yang diselundupkan di dalam tentara.
Maklum, tampang, dan kelakuan kami yang berpendidikan universitas nyatanya terlihat mencolok di antara anggota lain yang rata-rata hanya sekolah menengah dan berasal dari Selatan.
Untunglah tak seorang pun di antara-anggota batalion ini yang mengetahui hubungan saya dengan CIA. Apalagi setelah itu kami "dibuat" sama. Rambut potong pendek dan seragam militer yang serba hijau.
Kami tidur di bawah tenda besar yang berkapasitas 20 orang. Air panas untuk keperluan mandi harus kami buat sendiri dengan tungku berbahan batu bara.
Dua belas jam di Baghdad
Hari itu di musim semi tahun 1986 saya berada di perut sebuah jet eksekutif yang melintas di atas daratan Timur Tengah. Di bawah terbentang jalur pipa minyak Trans-Arab yang menembus Arab Saudi, Yordania sampai Libanon. Jet kecil ini hanya berisi tiga penumpang.
Selain pilot, tak ada orang lain kecuali mitra tugas saya, perwira CIA bernama samaran Wallace L. Goodspeed. Sudah menjadi kebijakan, demi keamanan, semua perwira yang bertugas ke luar negeri harus memakai nama samaran, tak terkecuali saya dengan nama Dax P. LeBaron.
Setelah penerbangan berlangsung 35 menit, pilot mengarahkan pesawat menuju ke Baghdad. Saat itu Perang Iran – Irak masih berlangsung sengit. Nah, lantaran khawatir kalau pihak Irak akan kalah, secara sembunyi-sembunyi AS membantu Irak dengan memberi dukungan jasa intelijen perang.
Sebagai balasannya, Irak berjanji menghentikan kegiatan terorisme di seluruh dunia dan memberi informasi kepada AS tentang kegiatan para teroris.
Selama ini AS sudah memberikan jasa serta dukungan intelijen untuk meningkatkan kinerja tentara Irak terutama dalam pertempuran udara melawan Iran. Tapi nyatanya Baghdad tidak memenuhi kewajibannya dalam membantu AS.
Kamis, 17 Oktober 1985, kelompok teroris Palestina pimpinan Abu Abbas membajak sebuah kapal pesiar Italia, Achille Lauro berpenumpang 454 orang, yang sedang dalam pelayaran dari Alexandria ke Port Said.
Mereka membunuh seorang warga AS penumpang kapal tersebut yang cacat di kursi roda, Leon Klinghoffer dan melemparkannya ke laut. Pada akhirnya, kapal tersebut ke Mesir. AS meminta pihak Mesir menyerahkan para pembajak termasuk Abu Abbas.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR