Para teroris kemudidn terbang ke Tunisia. Letkol Oliver North beserta timnya dari Badan Keamanan Nasional AS tetap berupaya menangkap Abu Abbas dan kelompoknya.
Caranya, mengirim pesawat tempur dari gugus tugas AL Armada ke-6 yang berlokasi di Laut Tengah dan memaksa pesawat Egyptair yang ditumpangi Abbas mendarat di bandara milik NATO di Sisilia, Italia.
Celakanya, pemerintah Italia pun tidak mau menahan Abbas. Malah kemudian memerintahkan pesawat itu ke Belgrade, Yugoslavia,, untuk selanjutnya menuju Baghdad.
Nah, tindakan Saddam Hussein melindungi Abbas inilah yang dianggap AS melanggar persetujuan kerja sama timbal balik antarkedua negara. Selain itu Baghdad diduga masih meriyimpan teroris lain semisal Abu Ibra yang dikenal sebagai pembuat bom yang andal.
Barangkqai Irak masih memerlukan Abu Ibra untuk melakukan teror balas dendam terhadap negara-negara yang memeranginya semisal Iran dan Suriah.
Sebagai periwira operasional bagian counter-terrorism; saya diberi tugas Washington membujuk Baghdad untuk bekerja sama memerangi tindak terorisme. Kongkretnya, meminta Abu Abbas untuk diadili.
Rupanya rencana yang telah disusun tidak berjalan mulus: Untuk mendapat kepastian apakah bisa bertemu dengan Saddam Hussein saja kami harus menunggu selama seminggu, sebelum akhirnya mendapat lampu hijau untuk segera berangkat ke Baghdad.
Pukul 12.30 kami mendarat di bandara Kota Baghdad, bukan di bandara internasional yang berada jauh di luar kota. Seorang lelaki berusia sekitar 40 tahun berperawakan tinggi besar berwajah keras, menyambut kami dengan berkecak pinggang.
Dr. Fadil Barak, kepala Direktorat IntelijenUmum Irak (DGI). Tubuhnya dibalut seragam hijau khaki yang menjadi warna resmi Partai Baath, lengkap dengan sepucuk pistol di pinggang.
Barak adalah doktor lulusan Universitas Patrick Lumumba, Moskwa, dan seperti layaknya para pejabat tinggi Irak, ia masih sanak familinya Saddam Hussein. Kami tidak menuju markas besar DGI, melainkan dibawa ke sebuah vila tamu VIP yang berada di sebuah bangunan tertutup dikelilingi tembok di luar Kota Baghdad.
Maklum, selama peperangan markas besar DGI merupakan sasaran rudal-rudal Scud yang ditembakkan Iran.
Meskipun besok malam pukul 24.30 kami sudah harus keluar dari Baghdad untuk melanjutkan penerbangan dengan Air France ke Paris, Barak menyediakan fasilitas layaknya kami akan tinggal lama: Kamar tidur mewah, dengan tempat tidur super king-size dan bak mandi bertatahkan perhiasan yang mampu menampung tiga orang.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR