Saat krisis finansial, April mendapatkan bailout
Krisis finansial Asia pada 1997 lalu juga menyebabkan ekonomi Indonesia tergelincir sehingga membuat Suharto kehilangan kekuasaannya. Guncangan ekonomi tersebut menyebabkan April harus delisting dari New York Stock Exchange dan terlilit utang senilai US$ 1,3 miliar.
Kemudian, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan industri sumber daya negara alam.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan kreditur -baik nasional dan internasional- merestrukturisasi utang April dan para pesaingnya.
Menurut laporan para pakar kehutanan di Indonesia, April sepakat untuk memperluas operasi bubur kertas di pulau Sumatra dengan imbalan restrukturisasi.
April juga berekspansi ke China, Brazil, dan negara lainnya. Dokumen Appleby menunjukkan bahwa April juga memiliki anak usaha di Dubai, Seychelles, dan negara surga pajak lainnya. Perusahaan-perusahaan ini tidak tercatat di situs April.
Sementara itu, RGE memindahkan kantor pusatnya ke Singapura, pusat bisnis yang menetapkan pajak finansial rendah.
RGE terafiliasi dengan Asian Agri
Kompleksitas konglomerat yang berkembang kembali menemui masalah pada 2007. Pada waktu itu, otoritas pajak Indonesia mulai menyelidiki afiliasi minyak sawit raksasa RGE, yang dikenal sebagai Asian Agri.
Pemerintah Indonesia menuding, bahwa antara tahun 2002 hingga 2005, para manajer Asian Agri merancang sebuah skema penghindaran pajak yang melibatkan 14 anak perusahaan.
Pihak berwenang mengklaim bahwa Asian Agri menggunakan perusahaan cangkang di Virgin Islands Inggris, Macao dan Hong Kong untuk memanipulasi harga barang yang dipindahtangankan dan secara artifisial mengurangi keuntungan perusahaan-perusahaan Indonesia sambil meningkatkan pendapatan dari anak perusahaan offshore yang menetapkan pajak rendah.
Pada tahun 2012, Mahkamah Agung Indonesia memvonis manajer pajak Asian Agri di Indonesia dua tahun penjara dan memerintahkan perusahaan kelapa sawit untuk membayar lebih pajak dan denda lebih dari US$ 440 juta.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR