BACA JUGA: Hati-hati Tertipu Karat Emas!
Kalau memang Anda memiliki uang lebih, tidak ada salahnya memberikan tip. Hanya saja, sebaiknya tetap mengikuti aturan dan kebudayaan setempat, serta
kondisi keuangan Anda sendiri. Toh, kalau memang mepet kita juga tidak perlu memaksakan diri untuk memberi uang tip.
Kalau menurut sejarah, memberikan tip terkait dengan kebudayaan Eropa seperti di Inggris abad ke-17 saat para pelanggan memberikan uang lebih kepada
pelayan.
Kata “tip” sendiri berasal dari kalimat to insure promptitude yang berarti “untuk memastikan kesiagaan bertindak”. Kebiasaan ini akhirnya ditiru di Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun 1800-an setelah Perang Sipil.
Di AS sendiri, pemberian uang tip awalnya untuk menunjukkan budaya aristokrat. “Semacam aksi pamer atau untuk membuktikan pendidikan atau kelas mereka
yang tinggi,” tutur Michael Lynn, profesor perilaku konsumen dan pemasaran di Universitas Cornell.
Di era modern sekarang ini, wajar jika konsumen memberi tip. Mereka memberikan uang lebih sebagai penghargaan atas jasa baik yang telah mereka
dapatkan.
Meski sudah lazim, tetap saja ada pengecualian. Contohnya, di beberapa restoran di AS. Seperti Danny Meyer selaku CEO Union Square Hospitality Grup di New
York yang menghilangkan pemberian tip di semua restorannya.
Danny melarang pemberian tip, karena ia sudah memberlakukan biaya tambahan bernama “Hospitality Included” atau semacam service charge. Biaya itulah yang
dianggap sebagai tip.
BACA JUGA: Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR