Intisari-online.com - Ya, kita mungkin sering bingung. Sebenarnya, bagaimanakah aturan pemberian tip? Atau, berapakah jumlah yang pantas ketika kita harus memberikannya?
Misalnya pada saat makan di restoran atau saat memakai jasa seorang sopir mobil sewaan. Dalam ilmu keuangan, pos untuk uang tip sebenarnya tidak ada dan tidak perlu dimasukkan kedalam anggaran rutin kita.
Tejasari Asad, financial planner dan Direktur Tatadana Consulting mengatakan, tip sebenarnya juga terbagi menjadi dua. Ada yang sudah dicantumkan dalam penambahan service charge , tapi ada yang belum.
Jika dalam tagihan belum tercantum service charge, maka selanjutnya terserah kita, mau memberi atau tidak. Begitu pula dengan jumlahnya.
BACA JUGA: Dulu Berat Badannya 300 kg Sekarang 150 kg, Perjuangan Wanita Ini Sungguh Mencengangkan
“Dari sisi keuangan harusnya itu tidak menganggu, misal anggaran makan kita sebesar Rp100.000 kemudian kita makan Rp95.000. Sisa sebesar Rp5.000 bisa kita berikan sebagai uang tip,” tutur Tejasari.
Bagi sebagian orang yang menginginkan pencatatan rinci setiap pengeluaran , uang tip mungkin saja menjadi masalah. Tejasari mengatakan, boleh-boleh saja
kita mencatatnya terpisah, asalkan tidak merepotkan.
Uang tip bisa dicatat dengan cara digabungkan bersama uang makan yang dianggarkan sebagai biaya makan.
AWALNYA PAMER
Tejasari berpendapat, etika memberi tip sebenarnya diserahkan kepada diri kita masing-masing. Tidak memberi tip mungkin akan membuat keuangan kita lebih
hemat.
Beberapa perusahaan jasa pelayanan konsumen juga secara tegas melarang pegawainya menerima tip, agar tidak ada pembedaan dalam pelayanan.
Di Jepang, di mana masyarakatnya percaya bahwa pelayanan terbaik adalah sebuah standar, mereka akan menolak untuk diberi uang tip. Tapi ini juga tidak
mutlak.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR