Intisari-Online.com - Di tahun dua puluhan, di zaman prafilm bersuara (soundfilm), jumlah bioskop di Jakarta, yang pada waktu itu bernama Batavia (Betawi di mulut rakyat), tidak sebanyak sekarang.
Seingat saya, di bagian utara kota, yang dinamakan daerah 'Kota', tetapi oleh masyarakat Belanda disebut benedenstad, hanya ada dua bioskop: Gloria Bioscoop di Pancoran dan Cinema Orion di Glodok.
Di bagian selatan kota, yang dinamakan bovenstad atau Weltevreden ada Cinema Palace di Krekot, Globe Bioscoop di Pasar Baru, Deca Park di Gambir (sekarang Lapangan Monas) dan Dierentuin di Cikini (di kompleks TIM yang sekarang).
(Baca juga: Ilmu Maling Tempo Doeloe: Baru Beraksi Kalau Roh Pelindung Desa Sedang Sibuk Bercinta)
Penonton bioskop-bioskop di bovenstad pada umumnya berasal dari lapisan masyarakat atas. Yaitu para tuan toko (para pemimpin perusahaan-perusahaan besar Belanda dan pegawai-pegawai stafnya) serta orang-orang dari golongan berduit.
Penonton di bioskop-bioskop di daerah kota umumnya dari golongan menengah ke bawah. Harga-harga karcis bioskop di bagian selatan kota pun lebih tinggi.
Bioskop ngarak
Tiap malam bioskop-bioskop itu menarik banyak penonton karena jarang atau tidak ada tontonan maupun keramaian lain.
Lebih-lebih setiap kali diputar film baru. Penggantian film biasanya terjadi 3-4 malam sekali dan diumumkan kepada khalayak ramai dengan 'ngarak': sebuah delman atau sado disewa, dipajangi poster-poster film yang akan diputar malam itu serta nama bioskop bersangkutan.
Delman atau sado ini berkeliling ke bagian-bagian kota yang dipadati penggemar-penggemar film. Kedatangannya sudah bisa diketahui dari jauh karena bunyi genderang dan tambur dalam kendaraan yang ditabuh bertalu-talu.
Terkadang pak kusir pun menambah kebisingan tersebut dengan membunyikan bel kendaraannya terus-menerus. Apakah bunyi bel itu serasi dengan genderang dan tambur tidak jadi soal bagi pak kusir.
Pokoknya asal bising dan dapat menarik perhatian.
Lembaran-lembaran acara yang mengiklankan film yang akan diputar disebar di kiri-kanan dan belakang kendaraan itu.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR