Dari hasil itu, pengembangan SDM (sumber daya manusia) di perusahaan diharapkan tidak salah pilih, atau terpilih kalau keliru arah pengembangannya.
Tentu saja alat evaluasi itu mencakup suasana kerja juga. Hasil ini dapat mengungkap potensi seseorang - baik yang sudah kelihatan maupun yang belum.
Evaluasi psikologis juga dipakai dalam seleksi. Namun hasilnya harus disesuaikan dengan jabatan yang akan diisi. Istilah teknisnya, disesuaikan dengan job requirement jabatan tersebut.
Kalaulah perusahaan mencari orang-orang bertingkat kecerdasan rata-rata atau lebih, orang ekstrovert dan menyukai kegiatan luar ruangan seperti Aji pasti tidak akan cocok untuk pekerjaan pembukuan atau audit.
Atau jabatan wiraniaga, pasti tidak cocok bagi orang pandai tapi sangat introvert.
(Baca juga: Pengangguran Ini Kehilangan Kesempatan Wawancara Kerja karena Menyelamatkan Bayi dari Tabrakan Kereta)
Kecenderungan dasawarsa terakhir ini, untuk posisi wijawiyata manajemen (management trainees), perusahaan tidak lagi begitu memperhatikan disiplin ilmu pelamar yang sarjana.
Karena lulusan SI dianggap tingkat kemampuan berpikirnya dapat diisi dengan tuntutan yang sesuai untuk jabatan manajerial.
Maka jawaban tepat terhadap pertanyaan Aji: "Kerjakan sebaikbaiknya dan semampumu."
Kalaupun ada soal-soal evaluasi psikologis yang sudah dihafal karena sudah berkali-kali diikuti hingga hasilnya "dapat direkayasa", tetap saja ada jenis evaluasi yang dapat mengungkapkan keadaan sebenarnya.
Siapa mau menghafalkan tes grafts? Siapa yang mau mengubah bentuk tulisan tangannya, hanya untuk kesempatan evaluasi psikologis sesaat?
Selain itu masih ada tahapan wawancara - yang kalau dilakukan dengan mendalam, teliti, dan akurat, pasti akan menggali lebih meyakinkan lagi.
Itulah sebabnya kalau proses seleksinya baik dan akurat, artinya tidak memakai uang pelicin, koneksi, atau katebelece, ada orang-orang yang pasti tidak akan diterima untuk jenis pekerjaan tertentu, tetapi sesuai untuk jenis pekerjaan yang lain.
Hal ini sering disalahartikan. Banyak yang mengira seseorang diterima bekerja, setelah mengikuti evaluasi psikologis berkali-kali. Padahal ia murni diterima, karena tuntutan pekerjaannya sesuai dengan aspek yang dipunyainya.
Kegagalan jenis lain, mungkin seseorang berhasil melewati tahapan evaluasi psikologis, tetapi gugur di tahapan seleksi berikutnya.
(Baca juga: Jawab Ini Saat Pewawancara Bertanya, Mengapa Kami Harus Merekrut Anda?
Berarti ia gagal "membuat diri sesuai" dengan tahapan yang diikutinya. Atau malah, ia kalah bersaing dengan pelamar lain yang lebih baik kualitasnya.
Dalam hal terakhir, apa boleh buat.
Karena bebas memilih, perusahaan lebih suka mendapat karyawan yang diperkirakan akan memberi kontribusi lebih banyak, dibandingkan dengan calon karyawan yang kontribusinya rata-rata saja.
Anda sendiri juga akan lebih memilih orang yang berdaya guna lebih daripada yang berdaya guna kurang atau rata-rata, bukan?
Ada hal yang perlu diperhatikan. Di dunia seleksi dikenal istilah 10 : 2 : 1. Artinya: untuk 2 jabatan (posisi) lowong yang sama, akan ada 2 dari 10 pelamar yang diterlima.
Tapi perusahaan hanya akan menemukan 1 orang yang sesuai betul dengan jabatan lowong tersebut. Jadi, kalaupun posisi lowong itu terisi, satu posisi lain akan diisi orang yang sebetulnya kurang sesuai.
Saat ini kualitas pelamar sudah dianggap lebih baik, perbandingannya berubah menjadi 15 : 3 : 2. (Kumpulan Artikel Psikologi 1)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR