Advertorial
Intisari-online.com - Aktivitas China di Laut China Selatan mungkin membuat resah banyak negara di ASEAN.
Namun kenyataanya, banyak negara-negara di ASEAN yang tetap menaruh harapan dan bekerja sama dengan kekuatan Asia tersebut.
Banyak negara dirayu China untuk bergabung dalam pembangunan di Laut China Selatan, bahkan Indonesia sendiri pun juga termasuk salah satunya.
Iming-iming China adalah mereka akan menawarkan vaksin Covid-19 bagi negara ASEAN yang mau bergabung dengannya.
Salah satunya yang digadang bakal menjadi sekutunya adalah Filipina.
China sempat berhasil menjinakkan Filipina untuk menjadi sekutunya, setelah diberi iming-iming akan diberi vaksin Covid-19.
Maklum saja, Filipina memang negara yang memiliki kasus Covid-19 tertinggi disusul Indonesia.
Bahkan, China dengan berani menyita alat pengumpul ikan (payaos) nelayan Filipina di Karang Bajo de Masinloc (Scarborough Shoal), wilayah yang diklaim Filipina tetapi dikuasai China.
Meski digadang bakal jadi sekutu China, karena sikapnya yang melunak usai dijanjikan vaksin Covid-19, baru-baru ini Filipina membuat pernyataan tegas.
Melansir 24h.com.vn Kamis (24/9/20), Presiden Filipina Rodrigo Duterte, membela keputusan Pengadilan Arbritase 2016, bahwa klaim China atas Laut China Selatan adalah ilegal.
Keputusan majelis arbitrase adalah bagian dari hukum internasional.Tidak ada negara yang bisa menyangkal hal itu.Kami dengan tegas menolak setiap upaya untuk menyangkal putusan ini ", kata Duterte.
Menurut para ahli, pernyataan Presiden Filipina tersebut di atas menargetkan China.
Dalam gugatan 2016 antara Filipina dan China, Arbitral Tribunal telah menolak klaim Beijing atas kedaulatan ilegal di Laut China Selatan.
Namun, China yang tidak mengakui putusan ini, terus melakukan banyak tindakan destabilisasi di Laut China Selatan.
"Kami menyambut baik semakin banyak negara yang mendukung keputusan Pengadilan Arbitrase di Laut Cina Selatan.Itu menunjukkan kemenangan hukum internasional atas ambisi dan tindakan untuk mengguncang kawasan," kata Duterte.
Sebelumnya, AS telah berulang kali mengkritik China karena "memaksa" tetangganya di Laut China Selatan.
Amerika Serikat juga menolak sebagian besar klaim Beijing di laut krusial itu.
Menurut para pengamat, dalam beberapa bulan terakhir, pemerintahan Duterte telah mulai kembali ke AS sekutu tradisional, yang dipercaya oleh mayoritas rakyat Filipina.
Pidato terakhir di Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menunjukkan bahwa Filipina lebih condong ke arah Amerika, bukan China.
Baru-baru ini, Duterte juga mengampuni seorang Marinir Amerika karena membunuh seorang transgender.
Filipina juga menyambut baik AS dan negara lain untuk berperan menjaga keamanan di Laut China Selatan.
"Saya bersumpah kepada Anda, negara-negara Barat sangat prihatin dengan masalah Laut China Selatan," kata Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin pada 21 September.
Aliansi militer AS dengan Filipina merupakan aliansi tertua di Asia Tenggara.Pada tahun 1951, kedua negara menandatangani perjanjian pertahanan bersama.
"Secara pribadi, Duterte awalnya lebih tertarik ke China daripada ke Amerika.Namun, politik luar negeri Filipina adalah pragmatisme ekonomi dan politik," kata Peter Mumford, seorang analis di Asia Tenggara di Eurasia Group.
"China telah gagal memenuhi janjinya untuk berinvestasi di Filipina secara agresif di Laut China Selatan," imbuhnya.