Pada tahun-tahun terakhir penduduk mulai menanam kemiri dan jambu mete, yang diharapkan bisa memperbaiki pendapatan mereka di tahun-tahun mendatang.
Namun, variasi pekerjaan tidak banyak dilakukan oleh penduduk di Reo. Umumnya mereka masih enggan mengerjakdn pekerjaan seperti berjualan bakso, jamu, atau menjadi pengemudi.
Padahal ini memberi kesempatan pada mereka untuk mendapat penghasilan tambahan karena masih kecilnya kemungkinan untuk membuka lapangan kerja baru. Pada umumnya pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas dikerjakan oleh para pendatang.
Kebiasaan di daerah ini mengharuskan laki-laki lebih banyak berperan pada kegiatan sehari-hari, misalnya mengurus upacara adat, memasak makanan sampai menghidangkannya.
Sementara wanita bertugas mengurus anak, kebun, dan ternak. Memasak juga dilakukan wanita, jika itu untuk makanan sehari-hari, bukan untuk keperluan upacara adat.
Di daerah-daerah yang terkenal dengan tenunannya, wanita mempunyai kegiatan tambahan, yaitu menenun kain tradisional yang terbuat dari bahan berwarna hitam, dengan motif grafis berwarna mencolok.
Kain ini biasanya dikonsumsi sendiri untuk pakaian sehari-hari, pada waktu ada upacara adat, atau dijual ke daerah lain.
Tokoh panutan masyarakat adalah tetua adat, kepala desa atau dusun, RT dan RW. Ini berlaku sejak pemerintahan diatur sesuai dengan pembagian wilayah kecamatan, desa, dusun, dan seterusnya.
Tetua adat bekerja sama dengan perangkat desa dalam menyelesaikari masalah-masalah adat maupun pemerintahan.
Dulu, sebelum ada pembagian wilayah seperti ini, pengaturahnya berdasarkan kedaluan (semacam daerah atau wilayah pemerintahan).
Lelaki dan perempuan makan cepa
Rumah di kawasan ini kebanyakan terbuat dari papan beratap rumbia atau seng. Semakin masuk ke pedalaman rumah-rumah berdinding tembok semakin jarang dijumpai.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR