Advertorial

Banyak Nyamuk 'Nakal' di Rumah? Pelihara Saja Ikan Cere yang Dikenal Sebagai Ikan ‘AntiNyamuk’

Ade Sulaeman

Editor

Selain sudah terbukti sebagai pengendali ampuh nyamuk malaria, ikan cere atau gambusia itu juga berpotensi sebagai pengendali nyamuk demam berdarah.
Selain sudah terbukti sebagai pengendali ampuh nyamuk malaria, ikan cere atau gambusia itu juga berpotensi sebagai pengendali nyamuk demam berdarah.

Intisari-Online.com – Ada beberapa spesies ikan tertentu yang bisa dimanfaatkan sebagai pembasmi jentik nyamuk.

Salah satunya, ikan "antinyamuK" Gambusia affinis.

Selain sudah terbukti sebagai pengendali ampuh nyamuk malaria, ikan cere atau gambusia itu juga berpotensi sebagai pengendali nyamuk demam berdarah.

Di mana-mana nyamuk selalu nakal dan menjengkelkan. Nyamuk Indonesia atau Amerika sama saja. Entah nyamuk rumahan atau nyamuk sekolahan.

Yang sedang mengantuk dipaksanya garuk-garuk. Bahkan, korban gigitannya ada yang dibuat meringkuk di rumah sakit karena terserang penyakit.

Di tempat kita serangga ini ditakuti karena ada yang menjadi vektor penyebar malaria, demam berdarah, chikungunya, dan filariasis (kaki gajah).

Agresinya sedemikian ganas sampai gerakan 3M (menguras, mengubur, dan menutup) saja tidak sanggup menghentikannya.

Sampai Departemen Kesehatan RI perlu menambah gerakan 3M menjadi 3M plus. Plusnya macam-macam.

Nyamuk babon dihalau dengan asap dan ditangkal dengan kasa. Sedangkan nyamuk anakan dibasmi saat masih berupa jentik-jentik.

Pembasmian jentik nyamuk biasanya dilakukan dengan cara kimiawi menggunakan bubuk abate, atau pakai cara biologis dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik.

Jenis ikan yang biasa untuk itu pun macam-macam, antara lain keluarga ikan cupang, ikan gapi (Poecilia reticulata), ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), dan ikan cere atau gambusia (Gambusia affinis).

Di antara sekian macam itu, Gambusia affinis tampaknya yang paling kurang populer.

Mungkin karena tampangnya yang tidak sebagus ikan cupang atau gapi. Warna sisiknya tidak meriah. Sosoknya pun tak sedap dipandang.

Gambusia memang kurang beruntung karena penampilannya yang tidak menawan. Tapi dalam soal melahap jentik nyamuk, ia layak diandalkan.

Tidak berlebihan jika ikan ini lalu disebut sebagai ikan antinyamuk.

Di banyak negara ikan cere telah terbukti ampuh mengendalikan populasi serangga pengisap darah manusia ini.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pun merekomendasikan ikan cere sebagai pengendali biologis (biokontrol) populasi nyamuk.

Di Amerika Serikat (AS), Iran, dan India, ia dipakai dalam program resmi pemberantasan penyakit akibat gigitan nyamuk.

Tentunya lain negara, beda masalah penyakitnya. Di negara-negara tropis, ikan ini diperbantukan untuk mengendalikan malaria.

Sementara di negara asalnya, AS, ia dimanfaatkan dalam program pemberantasan west nile virus (virus penyebab radang selaput otak).

Makan anak sendiri

Ikan cere masih satu kerabat dengan gapi, yaitu dari keluarga Poeciliidae. Sebenarnya, ia penduduk asli Sungai Mississippi, Luosiana, AS.

Di negara asalnya itu orang menyebutnya mosquito fish karena reputasinya sebagai pembasmi larva nyamuk.

Berbekal reputasi itu, ikan gambusia diekspor ke banyak negara, termasuk Indonesia. Menurut Wahyu Purwakusuma, penggiat komunitas penggemar ikan hias O-Fish, ikan gambusia dibawa ke Indonesia pada masa pendudukan Inggris untuk mengendalikan penyakit malaria.

Sekarang, ikan itu bisa dijumpai di sawah-sawah, parit, danau, hingga selokan.

Gambusia tergolong ikan air tawar dan imut sosoknya. Saat dewasa, panjang badan pejantan hanya sekitar 4 cm. Tidak lebih panjang daripada dua ruas jari orang dewasa.

Yang unik, betinanya lebih bongsor. Saat dewasa tubuhnya bisa mencapai 7 cm panjangnya. Hampir dua kali lebih panjang dari jantannya.

Perbedaan morlologi jantan dan betina ini dikenal sebagai diamorfisme seksual. Bukan karena si betina enggan berdiet sehingga badannya melar.

Bukan pula karena si jantan kurang gizi. Tubuh si betina yang lebih gede itu berguna saat dia mengandung.

Perut yang besar memudahkan tugasnya sebagai induk karena ikan ini berkembang biak secara ovovivipar. Si betina bertelur, tapi telurnya tidak diletakkan di air.

Telur dibuahi dan dilindungi di dalam tubuh si induk sampai menetas dan dilahirkan.

Pejantan gambusia memiliki gonopodium (sirip kelamin) yang berfungsi untuk menyemprotkan sperma ke pasangan kawinnya.

Di kalangan mereka berlaku seleksi pejantan ala "Mak Erotisme." Pejantan dengan gonopodium besar biasanya lebih disukai oleh betina.

Dalam kondisi normal, ikan cere bisa hidup sampai usia tiga tahun. Selama masa tiga tahun itu, ia bisa beranak pinak dengan cepat.

Ini salah satu kelebihannya sebagai pemangsa jentik nyamuk. Gambusia tergolong cepat matang secara seksual. Baru berumur 6 – 8 minggu saja, gambusia betina sudah siap kawin.

Dalam kehamilan pertama, mungkin ia hanya melahirkan beberapa anakan, sekitar belasan ekor. Tapi pada kehamilan-kehamilan berikutnya, ia bisa melahirkan 60 - 100 burayak (anakan) dalam satu kali kehamilan.

Dalam setahun seekor gambusia betina bisa melahirkan 4 - 5 kali. Sebagai gambaran betapa cepatnya gambusia berkembang biak, sebuah populasi yang berjumlah 7.000-an ekor bisa berkembang biak menjadi 120.000-an ekor dalam lima bulan.

Saat dilahirkan, ukuran panjang orok gambusia sekitar 8 mm. Begitu keluar dari "rahim" ibunya, mereka akan segera mencari makan sendiri.

Bukan hanya gampang beranak, gambusia juga dikenal sebagai ikan yang gampang hidup dalam kondisi tidak bersahabat. la bisa bertahan hidup di air dingin ataupun hangat.

Juga dalam kondisi rendah oksigen dan dan salinitas (kadar garam) di atas normal. Mereka juga relatif tahan terhadap polusi air dibandingkan dengan kebanyakan jenis ikan lain.

Yang paling utama, ikan cere dikenal sangat rakus terhadap jentik nyamuk. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai agen pembasmi nyamuk.

Rata-rata ia bisa melahap seratusan jentik nyamuk dalam satu hari. Bisa diandalkan untuk berlomba dengan kecepatan nyamuk bertelur.

Bahkan, jika khusus dijejali pakan berupa larva nyamuk, kemampuan mereka menelan larva bisa gila-gilaan.

Seekor gambusia betina dewasa bisa melahap 225 larva dalam satu jam! Jika diletakkan di bak mandi, ikan ini bisa meringankan para "jumatik" (juru pantau jentik).

Sifat rakus ikan gambusia bukan hanya pada jentik nyamuk. Bagi mereka, nyamuk biasa, nyamuk malaria, maupun nyamuk demam berdarah tak beda rasanya. Sama-sama lezat.

Jika tidak menemukan larva nyamuk,mereka akan mengganyang makhluk hidup renik apa saja yang dijumpai. Plankton, berudu, anak cacing, dan anak ikan lain pun disikat.

Bahkan jika tidak menemukan makanan, anaknya sendiri pun kadang dilahap.

Karena makanannya makhluk-makhluk renik, mereka menyukai lingkungan perairan yang alirannya relatif tenang seperti di telaga atau kolam.

Di tempat seperti ini banyak ditemukan makanan. Soalnya, nyamuk, katak, dan ikan suka bertelur di air yang tenang.

Kita tahu, ketika jentik berubah jadi nyamuk, ia butuh tempat yang tenang untuk melakukan penerbangan perdana.

Sesaat sebelum "lepas landas", ia bersiap-siap di permukaan air lebih dulu sambil mengeringkan sayap. Itu sebabnya, nyamuk suka meletakkan telurnya di air tenang.

Pendatang yang mengancam

Ikan gambusia tak hanya gampang hidup di perairan alami yang terbuka. Ia juga gampang hidup di kolam atau akuarium.

Soal pakan, ia bukan jenis ikan yang rewel atau butuh perawatan khusus.

Bukan hanya rakus terhadap hewan-hewan renik, gambusia juga galak dan ugal-ugalan terhadap ikan lain. Gambusia terkenal badung dan tidak tahu diri bahwa dirinya adalah pendatang.

la tidak segan-segan merebut makanan ikan-ikan lokal, bahkan menyerang mereka. Selain mengganyang anak ikan lain yang baru menetas, gambusia juga suka jail dan gemar menggigit sirip ikan dewasa lain yang seukuran dengannya.

Kadang gambusia juga suka berantem dengan sesamanya. Dalam urusan ini, kelakuannya mirip cupang.

Karena kelakuannya itu, sejak didatangkan (diintroduksi) ke banyak negara dari AS, ikan ini sempat membuat para ahli ekologi khawatir.

Pasalnya, introduksi ikan ini bukan hanya mempengaruhi populasi nyamuk, tapi juga mengganggu ekosistem setempat.

Banyak dokumentasi membuktikan, ikan ini membahayakan eksistensi satwa lokal perairan yang ia datangi.

Di Australia introduksi ikan gambusia sempat mengancam populasi spesies rainbowfish dan satu spesies katak.

Maklum, kehadiran gambusia mengganggu ketenteraman hidup mereka. Bukan hanya mengurangi jatah makanan, tapi juga sekaligus ancaman buat anak-anak mereka yang baru lahir.

Di AS sendiri pun ikan ini sempat menimbulkan masalah ketika diintroduksi ke luar Negara Bagian Lousiana.

Menurut catatan United States Department of Agriculture, ikan gambusia menyebabkan penurunan jumlah populasi spesies katak, ikan salamander, dan reptilia tertentu saat diintroduksi ke Negara Bagian California dan Texas.

Kesuksesan gambusia dalam memberantas nyamuk biasanya juga diikuti oleh turunnya populasi fauna tertentu di tempat yang ia datangi.

Karena alasan inilah, sebagian ahli ekologi melarang introduksi ikan ini ke wilayah lain.

Kata mereka, pemberantasan jentik nyamuk harus dilakukan oleh ikan lokal. Bukan ikan impor yang akan membahayakan ekosistem setempat.

Saking jengkelnya, mereka dengan sinis menyebut ikan ini damnbusia.

Karena alasan ini, negara-negara bagian di AS menerapkan aturan khusus buat gambusia. Di sana ikan ini memang dianjurkan secara resmi sebagai pengendali biologis nyamuk.

Dinas pertanian setempat biasanya menyediakan ikan ini secara cuma-cuma bagi warga yang ingin memeliharanya.

Cuma, gambusia tidak boleh dilepas sembarangan. Hanya boleh dipakai membasmi jentik nyamuk di kolam atau akuarium.

Tidak boleh dicemplungkan di perairan alami seperti danau atau sungai. Jika dibiarkan hidup di perairan alami, dikhawatirkan populasinya akan menggeser populasi fauna lain yang sudah ada.

Meski suka menggeser populasi ikan lain, gambusia tetap bagian dari rantai makanan di alam semesta.

Tiap hari ia memang menjadi predator bagi larva dan anak ikan. Tapi jika tiba saatnya, ia pun bakal dicaplok oleh predator yang lebih kuat.

Di depan ikan yang lebih besar macam arwana, ia kelihatan seperti seekor jentik. (M. Sholekhudin)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2006)

Artikel Terkait