Advertorial

Gemuk Tapi Bugar? Ilmuwan Bilang Sih Tidak Mungkin ...

Agus Surono

Editor

Intisari-Online.com – Ilmuwan berkesimpulan bahwa tidak ada yang namanya 'obesitas sehat'.

Orang gemuk yang terlihat sehat nyatanya 96 persen lebih kemungkinan untuk mengalami gagal jantung.

Seuah penelitian baru mengungkapkan bahwa menjadi "gemuk tapi bugar" menempatkan kita pada risiko lebih besar untuk terserang penyakit fatal.

Meskipun membual, lebih dari 7.000 postingan di Instagram dengan tagar tanpa nama, orang gemuk yang kelihatan sehat dan bugar lebih cenderung mengalami gagal jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskular.

Penelitian selama lima tahun yang dilakukan di University of Birmingham, Inggris, ini membandingkan tingkat kesehatan orang dengan kelebihan berat badan, yang dinyatakan sehat, dengan orang yang berat badannya normal untuk melihat apakah mereka bugar satu sama lain.

(Baca juga:Malas Berjalan Adalah 1 dari 5 Masalah Tingginya Angka Obesitas di Negara-negara Ini)

Tingkat kesehatan peserta ditentukan oleh Indeks Massa Tubuh (BMI) mereka.

Orang yang berat badannya kurang diklasifikasikan dengan memiliki BMI 18,5 atau di bawah; orang yang kelebihan berat badan berada di antara 25 dan 30, sedangkan orang obesitas memiliki IMT 30 ke atas. Mereka yang berada di antara 18,5 dan 25 didefinisikan sebagai normal.

Para ilmuwan menemukan bahwa individu yang "obesitas namun secara metabolik sehat" (mereka tidak menderita kelainan metabolisme seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi) lebih cenderung terserang penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan peserta yang memiliki berat badan normal.

Temuan baru ini berbeda secara substansial dari penelitian sebelumnya, yang mengklaim bahwa satu dari tiga orang obesitas termasuk "sehat" meski kelebihan berat badan.

Penelitian seperti itu menurut para ahli memunculkan istilah "gemuk tapi bugar", yang menyiratkan bahwa orang yang kelebihan berat badan bisa sama bugar dan sehat seperti orang dengan berat badan normal.

Dr. Rishi Caleyachetty, penulis penelitian tersebut, mendesak orang untuk berhenti menggunakan ungkapan seperti "gemuk tapi bugar" yang secara tidak sengaja meminimalkan risiko obesitas.

"Obesitas yang secara metabolisme sehat bukanlah kondisi yang tidak berbahaya, dan tidak tepat untuk berpikir demikian. Sebenarnya lebih baik tidak menggunakan istilah ini karena bisa menimbulkan banyak kebingungan," jelasnya.

Kebingungan itu mungkin sangat lazim di Inggris, yang baru-baru ini dipuji sebagai "pria gemuk di Eropa" setelah penelitian dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mengungkapkan bahwa satu dari empat orang dewasa Inggris mengalami obesitas.

Tentu juga bagi Indonesia yang jumlah penduduk dengan obesitasnya kini semakin banyak saja.Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) 2016 menunjukkan, penduduk dewasa berusia di atas 18 tahun yang mengalami kegemukan atau obesitas sebesar 20,7 persen.

Angka itu menunjukkan peningkatan pesat dari tahun 2013 ketika penduduk yang kegemukan mencapai 15,4 persen.

Jika dikonversikan dalam angka itu sudah lebih dari 40 juta orang dewasa di Indonesia yang obesitas atau kegemukan. Ini setara dengan jumlah penduduk Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar.

Obesitas, sekali lagi, berisiko menderita berbagai penyakit degeneratif, mulai dari diabetes, serangan jantung, stroke, hingga kanker. (*)

Artikel Terkait